NASIONAL

Wiranto Mau Larang Individu Dakwah Khilafah?

Jakarta (SI Online) – Menkopolhukam Wiranto nampaknya belum puas dengan sekadar pencabutan badan hukum organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Pasalnya, pembubaran HTI itu dinilai belum menuntaskan persoalan karena Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) itu hanya menyangkut pembubaran organisasi, bukan individunya.

“Ternyata, setelah organisasi kami bubarkan, di luar masih ngomong sana, ngomong sini. Ditangkap, (kami disorot mencegah) kebebasan berekspresi. Kami sedang garap bagaimana pembubaran organisasi itu diimbangi juga dengan individual, tidak boleh menyebarkan ideologi yang sudah dilarang,” kata Wiranto di Kantor Lembaga Ketahanan Nasional, di Jakarta, Jumat 13 September 2019 seperti dikutip dari ANTARA.

Ucapan Wiranto itu disampaikan saat memberikan pembekalan kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LIX dan Program Pendidikan Sementara (PPSA) XXII Tahun 2019 Lemhanas.

Sebelumnya Wiranto mengakui tidak mudah mengendalikan organisasi kemasyarakatan seiring keran demokratisasi yang makin terbuka. “Jumlah total ormas di Indonesia 424.192 ormas. Banyak juga khan,” katanya,

Ormas sebanyak itu, terdiri atas 2.880 ormas dengan SK Kemendagri, 397.241 ormas dengan badan hukum (BH) Kemenkumham, dan ormas asing di bawah Kementrian Luar Negeri sebanyak 71 organisasi.

Menjamurnya ormas itu, kata dia, terjadi setelah reformasi politik pasca-Orde Baru tumbang yang memudahkan pendirian ormas, bahkan secara dalam jaringan internet.

“Sejak Orde Baru tumbang, itu telah tumbuh subur ormas-ormas yang sekarang izinnya hanya bisa dengan ‘online’,” kata pendiri Partai Hanura yang kini telah terpental dari DPR itu.

Namun, Wiranto menuding, tidak semua ormas memiliki tujuan yang baik sehingga diperlukan upaya-upaya untuk mengatasinya, terutama melalui regulasi yang disiapkan secara baik.

Persoalannya, kata dia, setiap pemerintah menyiapkan regulasi yang bersifat agak keras akan dicap oleh sejumlah pihak sebagai tindakan otoriter.

“Masalahnya, setiap regulasi yang agak keras sudah dicap kembali ke otoriter, setiap regulasi yang mengarah kepada pembatasan-pembatasan kebebasan dicap sebagai mengarah ke Orde Baru,” katanya.

red: asyakira
sumber: ANTARA

Artikel Terkait

Back to top button