Hotel Wakaf Utsman Bin Affan di Madinah
Sahabat sekaligus menantu Rasulullah Saw, Utsman bin Affan, adalah seorang pebisnis yang kaya raya, namun mempunyai sifat murah hati dan dermawan.
Sampai saat ini Utsman memiliki rekening di salah satu bank di Saudi, bahkan rekening dan tagihan listriknya juga masih atas nama beliau.
Bagaimana ceritanya sehingga Khalifah ketiga ini memiliki hotel atas namanya di dekat Masjid Nabawi?
Diriwayatkan, pada masa Nabi Saw kota Madinah pernah mengalami panceklik hingga kesulitan air bersih. Sementara kaum Muhajirin sudah terbiasa minum dari air Zamzam di Mekah. Satu-satunya sumber air yang tersisa adalah sebuah sumur milik seorang Yahudi. Sumur Raumah namanya. Rasanya pun mirip dengan air sumur Zam-zam. Kaum Muslimin dan penduduk Madinah terpaksa harus rela antri dan membeli air bersih dari si Yahudi.
Rasulullah Saw bersabda : “Wahai sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah Ta’ala” (HR. Muslim).
Adalah Utsman bin Affan ra yang kemudian segera bergerak untuk membebaskan sumur Raumah itu. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli sumur Raumah dengan harga yang tinggi. Walau sudah diberi penawaran yang tertinggi sekalipun Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjualnya, “Seandainya sumur ini saya jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari” demikian Yahudi tersebut menjelaskan alasan penolakannya.
Utsman bin Affan ra yang ingin sekali mendapatkan balasan pahala berupa surga Allah Ta’ala, tidak kehilangan cara mengatasi penolakan Yahudi ini.
“Bagaimana kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu,” Utsman, melancarkan jurus negosiasinya.
“Maksudmu?” tanya Yahudi keheranan.
“Begini, jika engkau setuju maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini milikku, esoknya kembali menjadi milikmu kemudian lusa menjadi milikku lagi demikian selanjutnya berganti satu-satu hari. Bagaimana?” jelas Utsman.
Yahudi itupun berfikir cepat,”… saya mendapatkan uang besar dari Utsman tanpa harus kehilangan sumur milikku”. Akhirnya si Yahudi setuju menerima tawaran Utsman tadi dan disepakati pula hari ini sumur Raumah adalah milik Utsman bin Affan ra.
Utsman pun segera mengumumkan kepada penduduk Madinah yang mau mengambil air di sumur Raumah, silahkan mengambil air untuk kebutuhan mereka secara gratis karena hari ini sumur Raumah adalah miliknya. Seraya ia mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk dua hari, karena esok hari sumur itu bukan lagi milik Utsman.
Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi itupun mendatangi Utsman dan berkata, “Wahai Utsman belilah setengah lagi sumurku ini dengan harga sama seperti engkau membeli setengahnya kemarin”. Utsman setuju, lalu dibelinya seharga 20.000 dirham, maka sumur Raumahpun menjadi milik Utsman secara penuh.
Kemudian Utsman bin Affan mewakafkan sumur Raumah untuk masyarakat. Sejak itu sumur Raumah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk Yahudi pemilik lamanya.
Setelah sumur itu diwakafkan untuk kaum muslimin… dan setelah beberapa waktu kemudian, tumbuhlah di sekitar sumur itu beberapa pohon kurma dan terus bertambah.
Di masa Daulah Utsmaniyah, harta wakaf Utsman itu terus dipelihara hingga semakin berkembang, lalu disusul juga dipelihara oleh Pemerintah Saudi, hingga berjumlah 1550 pohon.
Selanjutnya pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian Saudi menjual hasil kebun kurma ini ke pasar-pasar, setengah dari keuntungan itu disalurkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, sedang setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk rekening khusus milik beliau di salah satu bank atas nama Utsman bin Affan, di bawah pengawasan Departeman Pertanian.
Begitulah seterusnya, hingga uang yang ada di bank itu cukup untuk membeli sebidang tanah dan membangun hotel yang cukup besar di salah satu tempat yang strategis dekat Masjid Nabawi.
Bangunan hotel itu sudah pada tahap penyelesaian dan akan disewakan sebagai hotel bintang lima. Diperkirakan omsetnya sekitar RS 50 juta per tahun. Setengahnya untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, dan setengahnya lagi tetap disimpan dan ditabung di bank atas nama Utsman bin Affan ra.
Subhanallah,… ternyata berdagang dengan Allah selalu menguntungkan dan tidak akan pernah merugi.
Ini adalah salah satu bentuk sedekah jariyah, yang pahalanya selalu mengalir, walaupun orangnya sudah lama meninggal.
sumber: kisahmuslim.com