RUU Ciptaker Ancam Pesantren Tradisional, Kiai Bisa Dipenjara Jika Tak Izin ke Pusat
Jakarta (SI Online) – Anggota Badan Legislasi Fraksi PKS, Bukhori Yusuf menilai RUU Cipta Kerja bisa membahayakan keberadaan pesantren tradisional.
Pasalnya, dalam salah satu pasal RUU Cipta Kerja yang mengubah ketentuan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional membuka peluang kriminalisasi bagi para ulama atau kiai yang mendirikan pesantren tradisional.
“Ada bahaya terselubung di balik RUU ini yang bisa berdampak bahaya bagi pondok pesantren. Sebab dalam ketentuan yang baru, dijelaskan bahwa mereka yang menyelenggarakan pendidikan nonformal tanpa izin dari pusat bisa dikenakan sanksi pidana. Alhasil, ini akan mengancam pondok-pondok pesantren tradisional dimana para kiainya bisa dijebloskan ke penjara,” terangnya.
Dalam RUU Ciptaker Paragraf 12 tentang Pendidikan dan Kebudayaan pada Pasal 68 ayat (5) terkait ketentuan pada Pasal 62 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) diubah sehingga berbunyi:
“(1) Penyelenggaraan satuan pendidikan formal dan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.”
Sementara dalam paragraf yang sama, pada Pasal 68 ayat (10) terkait ketentuan pada Pasal 71 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas juga turut diubah sehingga berbunyi:
“Penyelenggaraan satuan pendidikan yang didirikan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/ atau pidana denda paling banyak satu miliar rupiah.”
Anggota Komisi VIII ini menjelaskan, sanksi yang diatur dalam RUU Cipta Kerja tersebut bertentangan dengan tujuan negara, yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Selain itu, ketentuan baru tersebut juga sangat tidak sesuai dengan Pasal 31 UUD 1945 karena menghambat warga negara untuk memperoleh akses pendidikan yang merupakan haknya.
“Di dalam Pasal 31 UUD 1945 ayat (1) jelas tertulis bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian masih di pasal yang sama pada ayat (3) dijelaskan, menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Akan tetapi, pasal yang diusulkan oleh pemerintah dalam RUU ini justru bertentangan dengan konstitusi sehingga bisa membatalkan usaha negara mencapai tujuannya, bahkan menghalang tujuan dari pendidikan itu sendiri” bebernya.
Bukhori mendesak agar pemerintah segera mencabut pasal bermasalah tersebut. Sebab menurutnya, apabila persoalan yang membelit adalah isu perizinan, maka konsekuensinya seharusnya bersifat administratif, bukan diperlakukan secara pidana.
“Pasal sanksi tersebut harus dicabut karena bertentangan dengan undang-undang dasar dan prinsip pendidikan,” pungkasnya.
red: farah abdillah