Habib Rizieq Kasasi, Wakil Ketua MPR Ingatkan MA Hadirkan Keadilan
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid berharap agar Mahkamah Agung (MA) sebagai salah satu lembaga peradilan tertinggi di Indonesia dapat menghadirkan keadilan hukum yang sebenarnya terhadap Habib Rizieq Syihab (HRS), yang tetap divonis empat tahun penjara dalam kasus Swab RS UMMI oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.
HNW, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa nuansa ketidakadilan dalam kasus Habib Rizieq ini sudah dirasakan publik sejak awal. Pasalnya, apabila Habib Rizieq dipidana karena dinilai menutupi hasil swab Covid-19, faktanya ada beberapa pejabat negara atau menteri yang juga menutupi dan tidak secara terbuka menyatakan dirinya terkena Covid-19, dan untuk mereka tidak diproses hukum sama sekali.
“Masyarakat sudah merasakan ketidakadilan ini sejak awal kasus ini diproses. Dan juga dalam kasus-kasus lain yang dikaitkan dengan HRS. Bahkan, Majelis Hakim dalam kasus kerumunan juga mempertimbangkan adanya praktik ketidakadilan yang jelas-jelas tidak sesuai dengan prinsip hukum yang universal yaitu prinsip equality before the law,” ujar HNW melalui keterangan tertulisnya kepada Suara Islam Online, Selasa (31/8/2021).
HNW mengatakan bahwa seharusnya rasa ketidakadilan ini dapat diselesaikan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan mengoreksi putusan pengadilan tingkat pertama, tetapi vonis banding yang dikeluarkan justru tidak mencerminkan hal itu.
“Sayangnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak menghadirkan keadilan yang diharapkan banyak pihak tersebut,” ujarnya.
Padahal, lanjut HNW, kasus Habib Rizieq yang menyita perhatian publik ini seharusnya bisa menjadi momentum bagi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan institusi penegakan hukum, termasuk Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sendiri, yang sekarang ini sedang menuai kritikan tajam karena “mengorting” vonis terhadap terpidana kasus suap Djoko Tjandra dan jaksa Pinangki.
“Terpidana suap yang jelas menghadirkan kebohongan, menghadirkan kehebohan dan merugikan negara, malah diberikan keringanan hukum dan remisi, tetapi terhadap Habib Rizieq yang sama sekali tidak merugikan negara, tidak menyuap atau menerima suap, malah tidak diberikan keringanan hukum, malah diperpanjang masa penahanannya, dan tuntutan keadilannya ditolak di tingkat banding, dengan pengadilan tinggi menguatkan vonis tahanan selama empat tahun terhadap HRS,” ujarnya.
Sekalipun demikian, HNW mengapresiasi langkah Habib Rizieq dan tim hukumnya yang mengikuti dan mentaati proses hukum dengan akan mengajukan kasasi. Ia berharap agar MA dapat mengkoreksi putusan-putusan di tingkat pertama dan tingkat banding yang tidak mencerminkan keadilan tersebut.
“Saya masih percaya hakim-hakim agung yang akan memeriksa perkara ini adalah mereka yang tidak dibawah intervensi instansi manapun, mereka memiliki kredibilitas dan komitmen hadirkan keadilan, mereka memiliki independensi dan kebijaksanaan sehingga dapat melihat adanya ketidakadilan dalam kasus ini, dan berani mengoreksinya,” ujarnya.
Apalagi, lanjut HNW, MA selaku lembaga judex yuris yang memeriksa penerapan hukum (bukan judex facti yang memeriksa fakta) tentu bisa mengelaborasi perdebatan terkait apakah memang Habib Rizieq telah menyebarkan berita bohong soal kesehatannya, dan apakah itu menimbulkan keonaran, sebagaimana yang diyakini oleh majelis tingkat pertama dan banding.
Ia mengingatkan bahwa pada sidang di pengadilan negeri, ahli hukum pidana Prof Mudzakir telah mengingatkan bahwa perbuatan Habib Rizieq belum dapat dikenakan delik tersebut.
HNW mengutip pandangan pakar hukum pidana Prof Mudzakir yang mencontohkan ketika ada seseorang ditanya kondisi kesehatannya setelah melakukan tes usap antigen, lalu kemudian dijawab sehat karena merasa sehat, maka hal tersebut bukan termasuk ke dalam kategori menyiarkan berita bohong. Pasalnya, ketika yang bersangkutan dihadapkan pada situasi saat itu sehat, maka memang faktanya begitu, berarti tidak bisa dikatakan bohong.
Selain itu, lanjut HNW, seperti yang dituturkan oleh para saksi ahli pidana dan bahasa yang dihadirkan dalam persidangan HRS, mereka menyatakan bahwa tindakan HRS tersebut bukan menyiarkan kebohongan, tapi pernyataan manusiawi yang mungkin keliru, tapi bukan berbohong.
“Pandangan ahli pidana Prof Mudzakir yang sudah tidak diragukan lagi keilmuannya di bidang hukum pidana, beserta lima ahli lainnya, juga ahli bahasa dari UI (Frans Asisi) seharusnya bisa menjadi bahan pertimbangan bagi majelis hakim di MA untuk berlaku bijak dengan mengkoreksi dan menghadirkan keadilan yang substansial, mengabulkan tuntutan pemohon dan membebaskan HRS dkk,” pungkasnya.
red: adhila