Beredar Surat Imbauan Pemasangan Spanduk Selamat Natal dan Tahun Baru, Kiai Muhyiddin: Bukti Nyata Moderasi Beragama yang Salah Kaprah
Jakarta (SI Online) – Beredar di media sosial surat dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan yang berisi imbauan pemasangan spanduk ucapan selamat Natal 2021 dan tahun baru 2022.
Surat bertanggal 14 Desember 2021 itu ditandatangani Kakanwil Kemenag Sulsel Khaeroni. Surat itu ditujukan kepada Kepala Kantor Kemenag Kabupaten/Kota se-Sulsel, Kepala MI, MTs dan MA se-Sulsel serta Kepala KUA Kecamatan se-Sulsel.
“Dalam rangka menyambut Hari Raya Natal Tahun 2021 dan Tahun Baru 2022, dengan ini diimbau kepada Saudara untuk memasang spanduk ucapan Selamat Natal tahun 2021 dan Tahun Baru 2022 pada satker masing-masing,” isi surat yang ditembuskan kepada Sekjen Kemenag RI itu.
Menanggapi beredarnya surat ini, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI KH Muhyiddin Junaidi mengatakan hal itu adalah bukti nyata dari moderasi beragama yang salah kaprah dan pemaksaan kehendak.
Baca juga: Kiai Muhyiddin: Beda Antara Moderasi Beragama dengan Wasathiyah Islam
Kiai Muhyidin menegaskan, moderasi beragama berbeda dengan wasathiyah Islam yang menampilkan Islam yang “genuine.”
“Perlahan tapi pasti moderasi akan menimbulkan budaya sinkretisme, permisivisme dan klenik dalam masyarakat,” kata Kiai Muhyiddin dalam pernyataannya, Selasa (14/12/2021).
Kiai Muhyiddin mengatakan, fanatisme kepada kebenaran absolut beragama adalah sebuah kewajiban. Sementara fanatisme kepada pendapat individu dan golongan akan melahirkan paham dan budaya kultus individu. Hal itu, kata dia, diharamkan dalam Islam.
“Toleransi beragama dalam perspektif Islam hanya dalam bidang muamalah saja, itupun selama tak merusak akidah umat. Adalah sangat berbahya bagi akidah umat Islam jika imbauan tersebut dipaksakan dalam bentuk instruksi,” katanya tegas.
Tokoh Muhammadiyah ini mengungkapkan, semua orang sadar bahwa mentaliltas bawahan di Indonesia terutama di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) masih sangat inferior kepada atasan bahkan sering diterapkan secara berlebihan.
“Mereka lebih takut kepada atasan perintah daripada ketaatan kepada perintah Allah,” pungkasnya.
red: farah abdillah