Sepakat dengan Parkindo, HNW: MPR Jaga Konstitusi, Pengunduran Pemilu Ditolak
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid ditemui secara daring oleh Pimpinan Pusat Parkindo(Partisipasi Kristen Indonesia). Dalam dialog kebangsaan “Menuju Indonesia Tertib Konstitusi” pada Selasa (01/03) itu disepakati tidak perlunya pengunduran pemilu.
HNW, sapaan akrabnya, yang mendukung konsistensi menjalankan Pancasila dan UUD NRI 1945 yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa maupun cita-cita Reformasi, karenanya HNW juga sepakat dengan tuntutan Parkindo agar MPR menjaga dan menjalankan konstitusi dan amanat reformasi yang salahsatu ketentuannya adalah adanya pembatasan masa jabatan presiden maksimal duakali masajabatan, adanya pemilu sekali dalam lima tahun, dan kedaulatan rakyat yang memilih dalam pemilu tersebut.
Oleh karena itu, HNW juga sepakat dengan Parkindo agar semua pihak mentaati konstitusi dan amanat reformasi, karenanya menolak usulan pengunduran pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden, karena tidak sesuai dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 7 dan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945, juga karena tidak sesuai dengan tuntutan reformasi.
Ormas ini adalah kelanjutan dari Orpol Parkindo (Partai Kristen Indonesia) yang berfusi dengan Partai Demokrasi Indonesia pada zaman Orde Baru. Dalam dialog kebangsaan ini dari Parkindo hadir, antara lain Ketua Umum DPP Parkindo Lukman Doloksaribu, Waketum Corneles Galanjinjinay, Sekjend Beli Pangaribuan.
HNW menjelaskan bahwa baik Pancasila dan UUD NRI 1945 merupakan hasil kesepakatan para bapak dan ibu bangsa saat memperjuangkan dan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, maupun ketika melaksanakan tuntutan reformasi melalui amandemen UUD NRI 1945.
“Salah satu prinsip utama dan cita-cita bangsa Indonesia Merdeka adalah apa yang tertera di dalam pembukaan UUD NRI 1945, yang dulu juga dikenal dengan istilah Piagam Jakarta. Di sana ada keterlibatan tokoh nasional kebangsaan baik yang beragama Islam maupun yang beragama Kristiani yaitu Mr. AA Maramis. Pendapat beliau didengarkan, dan beliau juga mendengarkan pendapat tokoh-tokoh yang lain. Bahkan, ketika ada keberatan dari tokoh Kristiani Mr Johanes Latuharhary terkait Piagam Jakarta sebagaimana disampaikan sebagai aspirasi Indonesia timur, juga didengarkan dan dikabulkan oleh mayoritas mutlak anggota PPKI yang beragama Islam, untuk sama-sama melanjutkan dan menyelamatkan perjalanan kemerdekaan Indonesia,” tukasnya.
HNW mengatakan bahwa pasca kesepakatan tersebut dihasilkan, semua pihak yang terlibat dalam pembahasan di BPUPK, Panitya Sembila dan PPKI, konsisten menerapkan Pancasila yang final, juga UUD 1945. Juga saat Reformasi, ada enam tuntutan reformasi, termasuk Amandemen UUD untuk membatasi masa jabatan presiden, yang disepakati dan dilaksanakan oleh semua pihak baik eksekutif, legislatif, yudikatif termasuk Partai Politik dan Ormas.
Menurut HNW, ini adalah pelajaran penting yang harus diambil oleh para pimpinan negara dan seluruh elemen bangsa dari segala lingkup di Indonesia saat ini.
“Jangan sampai kita sudah membuat kesepakatan, tapi malah tidak dilaksanakan. Itu tidak merawat warisan dan cita-cita luhur yang sudah terbukti dapat menyelamatkan cita-cita kemerdekaan dan eksistensi NKRI. Apalagi Presiden Jokowi baru saja menetapkan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Kedaulatan negara pada waktu sekarang maupun yang akan datang, akan tegak, apabila kita tertib menjalankan kesepakatan-kesepakatan nasional, yakni Pancasila dan UUD NRI 1945 dan tuntutan Reformasi,” jelasnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengambil contoh kesepakatan di era reformasi yang paling utama adalah membatasi masa jabatan presiden melalui amandemen UUD NRI 1945. Ia menilai adanya upaya untuk memperjanjang masa jabatan presiden, apakah dengan menambah periode ke tiga atau mengundurkan Pemilu sehingga menambah hanya menambah selama satu atau dua tahun, adalah manuver yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama.