FOKUS MUSLIMAH

Ketegaran Ning Imaz

Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar pernah diterpa fitnah besar (hadits al-ifk). Dituduh melakukan hal keji dengan seorang sahabat yang bernama Shafwan bin Mu’aththal. Kabar ini diproduksi oleh pemimpin kaum munafik, Abdullah bin Ubay bin Salul dan kemudian disebarkan oleh beberapa orang muslim, di antaranya Misthah bin Atsatsah, Hassan bin Tsabit, dan Hamnah binti Jahys.

Hadits al-ifki ini merupakan kasus yang sangat menyakitkan, khususnya bagi Aisyah ra. dan Rasulullah Saw. dan umumnya bagi umat Islam. Kata “al-ifku” maknanya membalikkan, lebih berat dari sekadar kedustaan dan mengada-ada, seperti gempa yang menjungkirbalikkan negeri. Demikianlah kehidupan kaum muslimin saat itu terguncang karena berita tersebut.

Imam Jalalain dan juga Imam Fakhrurrazi dalam kitab tafsirnya menjelaskan terkait ayat 11 surat An-Nur, bahwa serangan kepada kredibilitas keluarga Rasulullah Saw artinya adalah serangan kepada Rasulullah Saw dan berarti pula serangan terhadap Islam.

Pada kasus cuitan Eko Kuntadhi, konspirasi “al-Ifku” pun berlaku. Meski Ning Imaz secara pribadi memaafkan Eko Kuntadhi, namun cuitan Eko tersebut hakikatnya tidak berhenti di sosok ning Imaz, tetapi juga serangan kepada ulama besar ahli tafsir, ajaran Islam dan kaum muslimin. Menanggapi cuitan tersebut, Ning Imaz tampil cerdas istimewa, tidak sekedar sebagai Ning istri seorang gus, hafidzah, atau pun ustadzah tafsir Al-Qur’an, namun juga juga sebagai muslimah yang mampu bersikap adil terhadap agamanya. Ning Imaz menyatakan dalam cuitannya: “Minta maafnya jangan ke saya. Ke Imam Ibnu Katsir. Ke umat Indonesia yang sakit hati agamanya dihina-hina”.

Ning Imaz menganggap dirinya tidak lebih penting dari marwah ilmu tafsir Al-Qur’an yang beliau sampaikan, sehingga lontaran pernyataan tersebut merupakan pembelaannya terhadap Islam, sekaligus pukulan telak bagi kaum Nahdliyin yang membatasi permasalahan ini pada sosok Ning Imaz saja, menganggap masalah berhenti dengan permintaan maaf Eko Kuntadhi kepada ning Imaz dan keluarga besar Lirboyo. Hingga kini cuitan Ning Imaz tetap ada menunjukkan kemantapan hati seorang ning yang tidak menghianati ilmu yang diembannya.

Sikap Rasulullah Saw sendiri ketika menerima kabar keji tentang Aisyah ra. tidak langsung menunjukkan kemarahan kepada para penyebar berita tersebut, melainkan menunggu turun penjelasan wahyu. Hal tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah Saw bertindak bukan atas pertimbangan kehendak pribadi, melainkan berdasar tuntunan wahyu. Sebulan kemudian turunlah surat An-Nur ayat 11 yang membebaskan Aisyah ra. dari tuduhan tersebut, disusul ayat-ayat selanjutnya tentang hadits al-ifki.

Rasulullah Saw menerima pengakuan dan taubat Misthah bin Uttsah, Hassan bin Tsabit, dan Hamnah binti Jahsy dan menghukum mereka dengan 80 cambukan. Sementara pembuat berita fitnah itu, yakni Abdullah bin Ubay tidak dihukum karena tidak mengakui perbuatannya. Selanjutnya kehidupan masyarakat Madinah berjalan tenang berdasar nilai-nilai Islam, ketiga orang tersebut kembali diterima, bahkan Misthah bin Uttsah kembali mendapat santunan rutin nafkah dari Abu Bakar ra yang notabene ayah Aisyah ra.

Hukuman merupakan bentuk penjagaan Islam kepada para penyebar berita tersebut agar tidak diazab di hari akhirat dan juga penjagaan kepada masyarakat agar tidak kembali diguncang fitnah keji. Penjagaan inilah merupakan penerapan Islam yang berfungsi sebagai rahmat lil Alamin. Bravo Ning Imaz, tetap tegarlah membela kemuliaan Islam! Sebab urusan kaum muslimin belum selesai dengan Eko Kunthadi.

Hasanah Hanna, Pemerhati Sosial Politik.

Artikel Terkait

Back to top button