Penolakan Tim Israel Meluas, HNW Ingatkan Pemerintah Taati Konstitusi dan Negosiasi ke FIFA
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan semakin meluasnya penolakan tim sepakbola Israel ke Indonesia dalam kegiatan Piala Dunia U-20 merupakan bukti keinginan masyarakat untuk taat berkonstitusi.
Hal ini antara lain yang disampaikan oleh HNW, sapaan akrabnya, dalam kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama dengan Forum Ulama dan Habaib (FUHAB) Jakarta Selatan di Jakarta, Ahad (26/03) kemarin.
“Karena Israel merupakan negara penjajah Palestina, dan sikap Indonesia menolak segala bentuk penjajahan jelas termuat dalam Pembukaan UUD NRI 1945 yang oleh MPR dinyatakan tidak dapat diubah lagi. Dan hal itu telah menjadi sikap resmi pemerintah Indonesia sejak zaman Presiden Soekarno hingga zaman Presiden Jokowi,” ujarnya.
HNW menuturkan bahwa penolakan-penolakan atas rencana tim Israel U20 main di Indonesia, datang dari seluruh provinsi dimana kotanya direncanakan akan digunakan dalam penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia, yakni Bali, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta dan Jawa Timur.
“Penolakan-penolakan itu selain disuarakan oleh kelompok-kelompok masyarakat, juga disuarakan langsung oleh kepala daerahnya, seperti Gubernur Bali dan Gubernur Jateng, atau melalui pimpinan wakil rakyat daerah (DPRD) seperti di Jabar, Sumsel, DKI Jakarta dan Jatim,” ujarnya.
Selain itu, penolakan juga dari para tokoh dan komponen masyarakat lebih luas, termasuk dari Ketua PP Muhammadiyah, mantan Ketua Umum PBNU, MUI, KISDI, KNPI, Angkatan Muda Muhammadiyah bahkan komunitas olahraga/sepakbola, dan lain sebagainya.
“Dari partai politik berskala nasional penolakan juga telah disuarakan oleh sejumlah partai. Dimulai dari PKS, lalu kemudian disusul oleh PDIP dan PPP yang merupakan partai pendukung pemerintah,” jelasnya.
HNW berharap agar Pemerintah dan Ketum PSSI sebagaimana saat kasus Kanjuruhan, dapat berkomunikasi dan mengartikulasikan penolakan ini kepada Presiden FIFA. Agar FIFA bisa memahami kondisi Indonesia/PSSI seperti dalam kasus Kanjuruhan, dan terutama agar FIFA berlaku sportif dan tidak diskriminatif.
Karena warga sepakbola dunia sudah tahu bagaimana FIFA bisa mengakomodir beberapa nilai yang dipegang oleh Qatar sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan Piala Dunia 2022 lalu. Misalnya, seperti pelarangan minuman keras di dalam stadion dan penolakan kampanye LGBT.
“Nah posisi Indonesia terkait Israel juga memiliki kekhasan bahkan sudah mensejarah dan termaktub dalam konstitusi seperti sikap anti penjajahan israel terhadap Palestina. Dan fakta Indonesia mempunyai Permenlu no 3/2019 yang tidak membolehkan menerima negara penjajah Israel di tempat resmi, secara resmi, tidak boleh mengumandangkan lagu kebangsaan serta mengibarkan bendera Israel atau mengenakan atribut-atribut apapun terkait Israel,” tukasnya.
Selain itu, lanjut HNW, jargon “jangan campuradukkan politik dengan olahraga/sepakbola” juga sudah digugurkan sendiri oleh FIFA, dengan adanya preseden FIFA yang mencoret Rusia dari perhelatan kualifikasi Piala Dunia 2022 di Qatar karena invansi Rusia ke Ukraina yang hanya baru satu tahun, sementara Israel sudah 80 tahun lebih menginvansi Palestina. Hal itu juga bisa dijadikan basis argumentasi diplomatis oleh Indonesia agar FIFA konsisten dan tidak menerapkan standar ganda.