Kegelapan Setelah Batu Tulis?
Dukungan PDIP untuk Ganjar Pranowo sebagai Capres masih menarik dan menjadi bahan perbincangan. Batu Tulis adalah tempat Megawati mengambil keputusan-keputusan strategis seperti tahun 2014 saat pencalonan Jokowi, kesepakatan Mega dengan Prabowo dan kini pengumuman Ganjar Pranowo.
Kedatangan Jokowi ke Batu Tulis menghadiri pengumuman dinilai mendadak. Perbincangan publik bukan sekadar kehadiran Jokowi tetapi penggunaan pesawat kepresidenan dari Solo ke Istana Batu Tulis Bogor untuk kegiatan yang bukan acara kenegaraan. Begitu pula dengan ikutnya Ganjar Pranowo bersama Jokowi di pesawat kepresidenan saat pulang kembali dari Batu Tulis ke Solo.
Sorotan tertuju pada penggunaan fasilitas negara untuk keperluan di luar acara resmi kenegaraan. Dalam makna luas hal ini termasuk korupsi. Tapi mungkin Jokowi sudah tidak peduli lagi menjelang akhir masa jabatannya. Seperti biasa, ia tidak memiliki kepekaan untuk mampu membedakan antara urusan privat dan publik, kenegaraan atau kerja partai. Sayangnya KPK juga tidak peka. Kurang Peka Korupsi.
Anies, Ganjar dan Prabowo tetap menjadi kandidat yang terus menggelinding. Koalisi dapat bergeser-geser. Baru saja Ganjar diumumkan PPP langsung mendukung. Dengan mengenyampingkan pengaruh PPP dan PAN, maka Partai Golkar menempati posisi strategis dan menentukan. Pasca dukungan PPP yang menandai pecahnya KIB.
Airlangga untuk menjadi Cawapres Ganjar Pranowo sangat kecil kemungkinannya. Airlangga bergoyang di antara Cawapres Prabowo atau Anies Baswedan. Bila dengan Prabowo koalisi hanya dua partai bersama Gerindra. PKB dipastikan angkat kaki. Peluang besar dan koalisi kuat jika Airlangga menjadi Cawapres Anies Baswedan. Koalisi empat Partai adalah Koalisi terbesar. Peluang memenangkan pertarungan juga menjadi sangat besar.
Istana Batu Tulis berdekatan dengan prasasti Batutulis. Batu bertuliskan cerita tentang kesuksesan Prabu Siliwangi dalam menyejahterakan rakyat Kerajaan Padjadjaran. Prasasti ini dibuat oleh Raja Prabu Wisesa untuk mengenang jasa dan keharuman ayahnya Prabu Siliwangi. Ada tapak sejarah di sana.
Istana Batu Tulis membuat sejarah. Sejarah buruk. Pendukungan pada Jokowi tahun 2014 adalah sejarah awal dari karut marut penyelenggaraan bernegara. Jokowi adalah figur kerusakan dalam maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme, pelanggaran HAM berat, rezim investasi penjual kedaulatan, serta menjadikan bangsa Indonesia kini dijajah oligarki.
Berbeda dengan Prabu Siliwangi yang membuat wangi dan menyejahterakan, Jokowi justru beraroma busuk dan menyengsarakan.
Istana Batu Tulis tahun 2023 mencoba membuat sejarah untuk melanjutkan perusakan dengan mendukung figur yang potensial untuk itu. Ganjar Pranowo memiliki track record yang tidak bagus, nir prestasi, bau korupsi, rentan moralitas, menyakiti rakyat serta menyentuh ruang keagamaan. Pencitraan adalah modal sosial dan politiknya.
Bangsa Indonesia akan terus mengikuti langkah atau jejak pasca keputusan Batu Tulis. Apakah Batu Tulis akan menjadi prasasti bagi lanjutan sejarah kelam bangsa ini atau tertulis dalam batu bahwa fase itu hanya sampai 2024 ? Artinya tidak berlanjut. Batu Tulis menulis tentang perubahan politik bangsa.
Prabowo menang sekelumit harapan, Anies sukses memperbesar harapan. Jika Anies dan Prabowo menggabungkan kekuatan, maka harapan itu menjadi kenyataan. Batu Tulis hanya kenangan. Tetapi jika Ganjar menang maka yang semakin besar adalah perlawanan. Rakyat tidak mau dijajah dan tidak ingin bangsa ini tenggelam lebih dalam.
Rakyat Indonesia sadar untuk melepaskan diri dari penjajahan oligarki. Akan tergores tulisan di atas batu prasasti pekik perjuangan rakyat “Merdeka!”.
Kaum penikmat dan penghianat harus segera diusir dari bumi Indonesia. Merdeka..! []
M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Bandung, 27 April 2023