RESONANSI

Strategi Politik ‘Gentong Babi’

Sekarang “Politik Gentong Babi” dijadikan benchmarking, strategi unggul. Siapapun jika ingin terpilih menjadi Presiden di Indonesia. Itulah pilihan strategis jalannya.

Apalagi, bagi incumbent, menggunakan strategi politik gentong babi akan menjamin kemenangan kembali jabatan Presiden di periode kedua.

Strategi pork barel politics inilah pula yang menjadi kunci kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 lalu.

Bukan apa-apa strategi ini pun mampu mematahkan teori demokrasi kelas masyarakat menengah yang lazim sebagai komunitas enlightment perubahan bagi quasi status quo anti demokrasi seperti ditunjukkan Jokowi yang civiliant otoritarian — dilawannya justru malah menjadi political barrier, sehingga Anies Baswedan pun terkalahkan di Pilpres 2024 lalu.

Dan kemenangan TKN Pragib menggunakan strategi pork itu mumpuni, sangat jitu setelah mengoyak pemilahan dan polarisasi politik sebagai gebyah ombak.

Apalagi, di Indonesia faktor masih dalamnya jurang disparitas antara masyarakat miskin di desa (93.719 desa) dengan masyarakat menengah di kota atau kabupaten (hanya 98 kota dan 614 kabupaten) semakin memuluskan kemenangan itu.

Begitu jahat dan liciknya pelana kendali pork barel dipegang perangkat aparatur kepala desa—yang selama ini oleh rezim penguasa disemati PNS telah membuat para petani itu tergantung padanya, seperti: dalam hal pengadaan pupuk, bibit, bahkan akses finansial dan penjualan hasil pertaniannya—sedangkan di pihak lain oleh oligarki ditebar mafia-mafia yang akan mempermainkan distribusi pengadaan pupuk, bibit, dsb.

Meski tidak disadari oleh petani bahwa itu sesungguhnya suatu upaya softly killing —terbuktikan para petani itu tetap saja miskin tanpa merasakan adanya peningkatan taraf kesejahteraannya— tidak bisa tidak itu sebagai suatu tekanan yang memaksakan para petani masyarakat miskin di desa harus mengikuti politik gentong babi itu.

Sehingga, angka 58% lebih atau sekitar 97 juta suara pemilih, adalah berasal dari mayoritas masyarakat desa yang tergerus oleh strategi politik gentong babi itu.

Sedangkan, Anies, meraih 40 juta suara atau sekitar 26%, adalah murni berasal dari komunitas masyarakat ekonomi mandiri, melek intelektual dan masyarakat sadar hukum (amiqus quriae). Masyarakat menengah yang dikenal kepeloporannya menegakkan kembali supremasi hukum demokrasi.

Namun sayangnya, kali ini pun relasi untuk membangun kesadaran masyarakat desa untuk bangkit politik dengan peduli dan tanpa merasa dibutakan mata politiknya:

Masih tak mampu terjamah dan bahkan seperti lintas jembatan yang menghubungkan kota-desa itu masih terputus. Tak terjangkau inisiasi dan komunikasi pergerakannya oleh komunitas kelas menengah itu.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button