ALIRAN SESAT

Baha’iyyah Mazhab Sesat

Baha’iyyah adalah suatu mazhab yang bersumber dari Syiah Itsna ‘Asyariyyah. Meskipun Prof Dr Muhammad Abu Zahrah memasukkan mazhab ini ke dalam bukunya, Tarikh al-Mazhahib al-Islamiyyah, namun beliau mengatakan tidak berarti Baha’iyyah merupakan mazhab yang Islami.

Mazhab ini dicetuskan oleh Mirza Ali Al-Syirazi, lelaki kelahiran Iran pada 1152 H/1820 M. Mirza merupakan pengikut mazhab Syiah Itsna ‘Asyariyyah, dan bahkan ia melampaui batas dari mazhab ini. Ia menggabungkan antara mazhab Syiah Itsna ‘Asyariyyah dan beberapa pendapat yang menyimpang dalam mazhab Ismailiyyah serta pemikiran hulul (Tuhan menjelma pada makhluk-Nya) yang dikatakan oleh Saba’iyyah. Dari sini saja sebenarnya sudah diketahui bila mazhab ini membawa ajaran yang menyimpang dari Islam.

Mirza Ali Al-Syirazi mengaku bila dirinyalah yang menyuarakan ilmu Sang Imam (Imam kedua belas yang tersembunyi dalam mazhab Syiah Itsna ‘Asyariyyah, red). Ia mengklaim dirinya merupakan pintu masuk kepada Sang Imam. Ia menyatakan dirinya telah diberi ilmu nurani oleh Sang Imam. Maka, di mata pengikutnya ia menjadi hujah terhadap apa yang dikatakannya, tak ada yang berani membantah pendapatnya dan sempurna sebagaimana layaknya Sang Imam. Ia berhak untuk mendapatkan ketaatan mutlak dari pengikutnya.

Selanjutnya, ia juga melontarkan pemikiran bahwa ia memindahkan ilmu Sang Imam dan mengklaim bahwa dirinyalah al-Mahdi al-Muntazar (imam yang ditunggu-tunggu) itu. Ia mengklaim bahwa Allah menjelma dalam dirinya, bahwa dirinyalah tempat yang dipilih untuk menampakkan diri-Nya kepada makhluk-Nya. Ia mengklaim menjadi jalan bagi munculnya Nabi Isa dan Musa.  

Setelah mengemukakan konsep-konsep keyakinannya secara teoritis, Mirza Ali kemudian mengumumkan konsep akidahnya yang bersifat praktis, seperti:

Pertama, ia tidak mempercayai hari kiamat, adanya surga dan neraka dan adanya pembalasan pahala dan dosa setelah penghitungan amal. Ia menyatakan bahwa apa yang disebut dengan pertemuan Allah di akhirat tidak lain hanyalah isyarat tentang kehidupan spiritual yang baru.

Kedua, ia mengumandangkan bila ia merupakan penjelmaan yang sebenarnya dari semua nabi yang terdahulu. Semua risalah ketuhanan bersatu dalam dirinya. Oleh karena itu, semua ajaran agama bertemu dalam dirinya: Yahudi, Nasrani dan Islam.

Ketiga, kepercayaan terhadap hulul, yaitu Allah menjelma dalam dirinya secara langsung.

Keempat, tidak mengakui risalah Muhammad Saw sebagai risalah terakhir.

Kelima, ia senantiasa menyebutkan kumpulan huruf-huruf dan hitungan angka bagi masing-masing huruf. Berdasarkan totalitas angka dan huruf-huruf itu ia menyatakan berbagai klaim yang ganjil. Misalnya angka 19 ia nilai memiliki kedudukan khusus yang tinggi.

Mirza Ali juga mengganti sejumlah hukum Islam, diantaranya menetapkan bahwa wanita setingkat dengan laki-laki dalam hal warisan dan lainnya dan menyerukan persamaan mutlak antara semua manusia, tanpa membedakan jenis kelamin, agama dan warna kulit, yang secara garis besar hal itu sesuai dengan hakikat keislaman. Semua pikiran-pikiran menyimpang ini ia tulis dalam bukunya “Al-Bayan”.

Menurut Syaikh Muhammad Abu Zahrah, pendapat-pendapat Mirza Ali di atas secara keseluruhan merupakan penyimpangan dari ajaran Islam. Bahkan merupakan pengingkaran terhadap hakikat Islam, menghidupkan pemikiran hulul (penjelmaan Tuhan) dalam diri Ali bin Abi Thalib yang diklaim oleh Abdullah Ibnu Saba’. Hal ini tentu saja membawa pada kekafiran. Oleh karena itu, kata Syaikh Abu Zahrah, pemerintah memberantas aliran ini, memburu Mirza dan pengikutnya serta mengusir mereka dan menghukum mati Mirza pada 1850 M. Ia hanya berusia 30 tahun.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button