OASE

Bersabar dan Kembali kepada Allah

Sabar dengan mengucapkan kalimat “Innalillahi wa inna ilaihi raaji’uun” adalah sabar pada tingkatan pertama. Dimana seseorang menyadari bahwa ia adalah milik Allah Ta’ala dan akan kembali pada Allah Ta’ala. Di sini ia menyadari bahwa tidak ada yang dapat dilakukannya saat ujian datang menghantam kecuali menerima; karena ia adalah mahluk Allah SWT. Milik Allah yang harus menuruti apa pun kehendak pemilik-Nya.

Meskipun demikian, mau dan mampu menerima ujian ini saja sudah sangat menolong seseorang manakala menghadapi ujian. Jiwa dan raga seseorang yang menerima ujian sebagai bentuk ketaatannya kepada kehendak Allah Al-A’la akan mendatangkan ketenangan. Ketenangan ini sendiri merupakan kunci untuk mampu melihat masalah lebih jernih, berprasangka baik pada takdir Allah, sehingga mendorong seseorang untuk lebih dekat dengan solusi.

Namun, ada lagi kesabaran lebih dalam dan lebih tinggi nilainya di sisi Allah Ar-Rahiim, yaitu ash-shabrun jamil. Kesabaran yang dikenal sebagai kesabaran yang indah ini adalah kesabaran seseorang manakala mendapat musibah, akan tetapi hatinya tetap bersyukur kepada Allah Ar-Rahiim. Seburuk apa pun kondisi yang dihadapi ketika itu, ia tetap meyakini bahwa semuanya adalah bentuk kasih sayang Allah kepada-Nya dan pastilah ada hal terbaik yang ingin Allah sampaikan dengan ujian tersebut. Karena itu, lisan orang yang bersabar dengan ash-shabrun jamil ini biasanya tetap mengatakan Innalillahi, tetapi batinnya berdzikir Hamdallah; memuji dan bersyukur pada ketetapan Allah SWT. Di saat ini pula jiwanya kembali kepada Allah Swt dan hanya memohon bimbingan-Nya untuk bisa menemukan solusi; berpijak pada ridha-Nya.

Kesabaran ini pula yang terukir dalam jiwa para Rasul dan Nabi-Nya, juga para ulama dan mujahid. Seburuk apa pun kondisi yang dihadapi dan seberat apa pun ujian itu di dalam jiwa, mereka tetap bangkit dan berdiri tegak menyampaikan ayat-ayat Allah Swt. Seburuk apa pun perlakuan kaum mereka atau orang-orang kafir yang mereka dakwahi, energi memaafkan dan tetap memberi nasihat tak pernah berkurang.

Mereka tidak pernah menyalahkan orang lain ketika berhadapan dengan masalah. Mereka juga tidak kemudian mencari kambing hitam manakala ada hal yang terjadi di luar rencana. Yang mereka lakukan pertama kali, justru memohon ampun kepada Allah Ta’ala. Beristighfar.

Istighfar sendiri berasal dari kata ghafara yang artinya bertobat. Memohon ampun dan berhenti melakukan berbagai penyakit keduniaan yang menyebabkan ketaatan kepada Allah berkurang dan lebih cenderung pada hawa nafsu diri sendiri.

Karena ini, kunci manakala kita menghadapi ujian atau musibah di dunia ini, sejatinya adalah kembali kepada Allah Al-Ghaffar yang Maha Mengampuni. Bersyukur dengan apa pun yang terjadi, sehingga shabrun jamil akan berbuah hikmah dan pertolongan. Bertawakal kepada Allah, meyakini bahwa Allah sedang mengajari untuk menjadikan kita lebih baik, dan menjaga munajat kepada-Nya tetap rapat. Karena, Allah-lah tempat segala sesuatu akan kembali, termasuk diri dan yang kita upayakan selama ini.[]

KH Bachtiar Nasir, Pimpinan AQL Islamic Center.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button