OASE

Bersabarlah Bersama Orang-Orang Beriman

Tidak banyak waktu kita dalam keseharian untuk berkumpul dengan orang-orang beriman dan melakukan amal saleh bersama-sama. Apalagi dalam waktu yang khusus dialokasikan untuk saling mengingatkan dalam kebenaran dan mendorong dalam melakukan kebaikan. Waktu kita sehari-hari tentunya lebih banyak habis dengan berbagai kesibukan yang memakan sebagian besar waktu dan tenaga yang kita miliki.

Oleh karena itu, waktu bersama ini sungguh jauh berharga; terutama bila ada satu saja ayat Allah yang terserap dalam jiwa dan menjadi cahaya yang menuntun gerak langkah hidup kita –meski hanya untuk hari ini saja, tentu itu akan lebih baik dari dunia dan seisinya.

Allah Ta’ala berfirman dalam surat QS. Al-Kahfi ayat 28:

وَاصۡبِرۡ نَـفۡسَكَ مَعَ الَّذِيۡنَ يَدۡعُوۡنَ رَبَّهُمۡ بِالۡغَدٰوةِ وَالۡعَشِىِّ يُرِيۡدُوۡنَ وَجۡهَهٗ‌ وَلَا تَعۡدُ عَيۡنٰكَ عَنۡهُمۡ‌ ۚ تُرِيۡدُ زِيۡنَةَ الۡحَيٰوةِ الدُّنۡيَا‌ ۚ وَ لَا تُطِعۡ مَنۡ اَغۡفَلۡنَا قَلۡبَهٗ عَنۡ ذِكۡرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰٮهُ وَكَانَ اَمۡرُهٗ فُرُطًا

“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.”

Kala itu, ayat ini turun disebabkan kesenangan Rasulullah Muhammad Saw bergaul dengan orang-orang beriman yang ketika itu mayoritas berasal dari mereka yang berstatus sosial menengah ke bawah. Kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang dipandang rendah oleh kaumnya atau budak-budak. Sementara Rasulullah Muhammad Saw sendiri adalah orang dengan kelas sosial yang tinggi karena beliau adalah bangsawan dan keturunan pemuka agama yang mengurus Ka’bah.

Kondisi ini membuat para bangsawan dan pemuka masyarakat Quraisy merasa tidak senang. Bagaimana mungkin Rasulullah Muhammad Saw mengajari mereka, sementara orang-orang “rendah” itu berada di sisi beliau? Bagaimana mungkin, mereka duduk bersama dan selevel dengan orang-orang “rendahan” meski sama-sama mendengarkan ajakan berislam dari Rasulullah Muhammad Saw? Maka, mereka pun membisiki Rasulullah untuk meninggalkan orang-orang yang telah beriman tersebut dan pergi untuk mendakwahi mereka saja.

Rasulullah Muhammad saw hampir saja tergoda dengan ajakan mereka. Namun, di sinilah Allah Ta’ala mengajari Rasulullah Saw untuk bersabar. Perlu diperhatikan bahwa pengertian sabar adalah menahan diri untuk tetap menjalani sesuatu yang tidak disukai. Oleh karena itu, bila bersama dengan apa yang disukai dan memutuskan untuk menetap dengannya, itu bukan termasuk sabar. Apa yang menjadi batas kesabaran seorang mukmin? Yaitu, ketika kedua kaki sudah menjejak di surga. Karena hakikat sabar adalah menahan diri; dan dunia adalah tempat kita menjaga diri dan menahan keinginan. Maka, surga adalah tempat kebebasan, dimana segala sesuatu dibolehkan oleh Allah Arrahiim. Di sanalah batas akhir kesabaran dan kita boleh mengikuti apa yang diinginkan.

Seseorang baru akan mendapatkan hikmah manakala dia sudah mampu bersabar. Sementara, mereka yang berada di level tertinggi kesabaran adalah mereka yang bahkan senantiasa bersyukur dengan apa pun yang terjadi dan karena rasa syukur itulah mereka selalu mampu bersabar. Inilah kesabaran yang terbaik karena rasa syukur itu, juga akan membawa kebaikan yang besar bagi diri kita sendiri. Sebagaimana Allah Asy-Syakur berfirman dalam surat Luqman ayat 12:

وَلَقَدْ اٰتَيْنَا لُقْمٰنَ الْحِكْمَةَ اَنِ اشْكُرْ لِلّٰهِ ۗوَمَنْ يَّشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ

“Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, ”Bersyukurlah kepada Allah! Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji.”

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button