LAPORAN KHUSUS

Bersama HILMI-FPI, Menyelami Tradisi dan Toleransi di Kaki Gunung Sinabung

Tanah Karo (SI Online) – Dalam rangkaian kunjungan kerja DPP Hilal Merah Indonesia (HILMI) yang berlangsung 20-24 Juli 2018, serta sekaligus pengesahan dan pelantikan pengurus DPD HILMI Sumatera Utara, DPP HILMI mendapat pengalaman besar nan berharga bagaimana nilai-nilai tradisi yang menghidupi semangat toleransi, begitu tersemai subur di kaki Gunung Sinabung, Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara.

Kehangatan langsung terasa manakala pengurus DPP HILMI menginjakan kaki di Bandar Udara Internasional Kualanamu, Deli Serdang. Yang dipimpin Ketua Umum HILMI, Habib Ali Al Hamid, yang didampingi Eko Purnomo, Ketua Bidang Kemanusiaan serta Rizal Gurouw selaku Ketua Divisi Media dan Publikasi.

Pagi itu Jumat (20/7), rombongan DPP HILMI dan juga turut dalam perjalanan yang sama, H. Hasanudin selaku Wakil Ketua Bidang Organisasi DPP FPI yang hendak mengikuti Musyawarah Wilayah FPI Sumut, disambut Panglima Daerah FPI Sumut, Hery Azwin dan beberapa pengurus DPD HILMI Sumut yang akan dilantik, menuju Pondok Syariah di jalan Rantang Ayahanda, Kota Medan. Di mana DPD FPI Sumut bermarkas.

Kehangatan bertambah saat kami tiba di Pondok Syariah. Disambut langsung Ketua DPD FPI Sumut, Habib Hud Alattas, Sekretaris Ustadz Amru Fitriadi serta para laskar FPI Sumut dalam jamuan makan dengan beberapa hidangan khas kota Medan. Juga turut hadir Ketua DPW FPI Langkat, Ustadz Riza Azhari dengan beberapa laskar.

Usai shalat Jumat, kami bergegas menuju kawasan Gunung Sinabung di Kabupaten Tanah Karo, didampingi Habib Hud serta bakal calon Ketua DPD HILMI Sumut, Ir. Husni Hasan. Guna melihat dari dekat keadaan terkini. Sembari meniti jejak-jejak aksi bantuan yang dilakukan FPI Sumut rentang waktu 2013 hingga kini. Termasuk kunjungan Imam Besar Habib Rizieq Syihab dalam membantu para korban erupsi Gunung Sinabung pada tahun 2013. Serta melihat perkembangan beberapa proyek bedah rumah yang dilaksanakan FPI Sumut.

Setelah menempuh sekitar dua jam lebih perjalanan, akhirnya kami tiba di kaki Gunung Sinabung, disambut langit yang mulai gelap dan dingin yang sesekali menusuk tulang.

Memasuki kawasan sekitar Kecamatan Simpang Empat, kami menemukan beberapa “desa mati” yang ditinggalkan penduduk mengungsi ke daerah lain atau direlokasi oleh pemerintah.

Rumput-rumput ilalang tumbuh bebas hampir menutupi rumah-rumah penduduk. Di beberapa sudut desa beberapa bangunan ambruk. Tempat-tempat ibadah, sekolah-sekolah rusak tak berpenghuni. Suasana hening hinggap. Letusan besar Gunung Sinabung pada tahun 2014, membuat desa ini masuk di dalam zona merah.

Menurut Ketua DPD FPI Sumut, Habib Hud Alatas, penduduk melakukan evakuasi massal pada letusan besar di tahun 2014. Di mana Habib Rizieq Syihab pernah turun langsung meninjau para korban bersama para laskar FPI ke tenda-tenda penampungan, memberikan bantuan dan dukungan moril.

“Dulu ramai dan didominasi oleh warga yang berprofesi sebagai petani. Beberapa kecamatan kini telah sepi ditinggalkan penghuninya.” tambah Habib Hud.

Di sisi lain Habib Hud menyesalkan tindakan pemerintah yang tidak menempatkan bencana erupsi Gunung Sinabung sebagai bencana nasional. Meski Gunung Sinabung telah beberapa kali meletus dan menewaskan puluhan penduduk. Hingga kini, nasib para penduduk yang terelokasi pun dalam ketidakpastian.

Harmonisasi di Kaki Gunung Sinabung

Tiba malam hari, kami memutuskan bermalam di kediaman Ustadz Bukhori Ginting di Desa Kutambaru, Tanah Karo. Seorang juru dakwah sekaligus juru mandi mayit (masyarakat setempat menyebutnya dengan sebutan bilal mayit) yang rumahnya juga masuk dalam bantuan bedah rumah dari FPI Sumut, yang rusak berat akibat diterjang erupsi.

Di sela-sela jamuan makan sederhana, Ustadz Bukhori yang didampingi anak dan istri dan juga para laskar DPC FPI setempat yang belum lama terbentuk, banyak bercerita tentang aktifitas dakwahnya serta suasana adat istiadat yang mewarnai Tanah Karo.

Secara kultur, pengaruh adat dalam aktifitas keagamaan sangatlah erat tak dapat dipisahkan. Pengaruh ini, tidak saja masuk kepada pemeluk mayoritas Nasrani, namun juga ke pemeluk Islam yang ada di kawasan kaki Gunung Sinabung tersebut.

Banyak hal negatif pengaruh adat yang menjadi perhatian Ustadz Bukhori selama menjalani sebagai juru dakwah, yang beliau lakoni sejak tahun 1983. Termasuk sebagai bilal mayit di 6 desa di Kecamatan Tiganderket, Tanah Karo. Beliau seringkali berusaha memperbaiki tata cara yang dianggap tidak tepat, dengan pendekatan dakwahnya. Sebagai contoh, lamanya proses pemakaman warga yang meninggal dan ditangisi secara berlebihan.

Dengan pendekatan ahlak, Ustadz Bukhori berusaha merubah kebiasaan tersebut. Bersyukur, secara perlahan warga menerima koreksi dan perlahan menanggalkannya. Hal tersebut Ustadz Bukhori lakukan baik kepada pemeluk Nasrani maupun Islam.

Secara umum pemeluk non muslim dan muslim terjalin harmonis di Tanah Karo. Gambaran itu dicontohkan salah satunya oleh Ustadz Bukhori saat perayaan hasil panen yang merupakan kegiatan besar setelah hari besar agama. Yang biasanya dilakukan pada bulan ketujuh atau kesepuluh pada setiap tahunnya.

Pada perayaan itu setiap warga memasak makanan. Lalu dihidangkan secara bersama-sama di sebuah jambur atau balai desa secara meriah dan dapat berlangsung dua hari berturut-turut.

Peran FPI Sumut

Contoh lain dari semangat toleransi ini, juga tergambar dengan berdirinya rumah peribadatan saling berdekatan. Bahkan secara berdampingan. Gereja dan masjid secara intim dapat berdampingan itu, dicontohkan oleh Masjid Nur Salamah yang berdampingan dengan Gereja GBKP di Desa Kotambaru, yang kami kunjungi pagi harinya.

Masjid Nur Salamah yang sempat hancur dibeberapa bagian akibat erupsi Gunung Sinabung, belum lama selesai direnovasi oleh FPI Sumut dengan perbaikan di sana-sini. Termasuk pengadaan kamar mandi, mesin air dan perbaikan tempat wudhu.

FPI Sumut seringkali bahu-membahu dengan warga Tanah Karo dalam membangun dan memperbaiki sesuatu. Meskipun tidak dalam keadaan terjadinya bencana. FPI diterima baik oleh masyarakat setempat dengan berbagai aksi sosial yang nyata.

“Dengan pendekatan kesantunan ahlak yang baik, kita melakukan setiap aksi-aksi bantuan untuk menunjukan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Saling mengasihi satu dengan lainnya, walau berbeda keyakinan.” jelas Habib Hud di sela-sela kunjungan di Masjid Nur Salamah.

Hal ini juga diperkuat oleh penuturan pengurus Masjid Nur Salamah, bahwa gereja dan masjid yang berada di sekitaran Gunung Sinabung saling menghormati setiap kegiatan peribadatan yang dilakukan satu sama lainnya.

“Bila Idul Fitri mereka membantu kita. Juga bila Natal, kita membantu mereka.” ungkap Ustadz Defri salah satu pengurus masjid.

Di akhir kunjungan, kami melakukan doa bersama di beranda masjid dipimpin Habib Ali Al Hamid. Dengan harapan, semoga masjid Masjid Nur Salamah dapat terus kokoh berdiri dan menjadi berkah bagi lingkungan sekitar. Serta mendoakan juga para pengurus masjid agar tetap istiqomah menjaga dan mengurus masjid tersebut.

Beranjak di siang harinya, kami mengunjungi Polsek Payung di jalan Singarimbun yang merupakan Binmas dari kepolisian Tanah Karo.

Dihantar Kapolsek Payung, AKP Sopar Budiman, di lokasi ini kami mengunjungi gudang penyimpanan bahan-bahan material bangunan yang tersimpan untuk pembangunan dan renovasi rumah-rumah penduduk di lokasi bencana Gunung Sinabung berkat kerjasama FPI Sumut dengan pihak kepolisian.

Jalinan kerjasama ini terjalin harmoni dalam bentuk bakti sosial bedah rumah ataupun kegiatan sosial lainnya. Hal ini juga berlaku kepada Ibu Susanah Ginting (47), salah satu pihak yang mendapatkan bantuan perbaikan rumah dari FPI Sumut yang bekerjasama dengan Polda Sumut, yang kami juga kunjungi siang itu.

Program bantuan bedah rumah FPI Sumut terhadap janda dengan 4 orang anak pemeluk Nasrani ini, sempat viral di media-media sosial dan media-media nasional akibat ulah FPI Sumut itu.

Ibu Susanah yang kami temui di depan rumahnya yang telah memasuki tahap 90 persen perampungan, mengucapkan banyak terima kasih kepada FPI Sumut terutama kepada Habib Hud Alatas.

Ibu Susanah yang awalnya hampir tak percaya dirinya mendapat bantuan dari FPI. Sebuah ormas Islam yang sebelumnya ia nilai negatif, berkat pemberitaan-pemberitaan di televisi yang setiap kali ditontonnya.

Bahkan Ibu Susanah juga menilai hal tersebut terjadi berkat isu-isu negatif yang sengaja dihembuskan oleh orang-orang kota ke tengah masyarakat agar salah menilai keberadaan FPI.

Di ujung kunjungan Habib Hud Alatas juga memberitahukan kepada Ibu Susanah dalam waktu dekat ia dan rombongan laskar akan segera merampungkan rumahnya. Dan dalam peresmiannya nanti akan diadakan perayaan sederhana menggunakan adat setempat.

Sebagai bentuk konsistensi toleransi yang dilakukan FPI Sumut, Habib Hud juga menjelaskan, dalam jangka panjang kedepan masih ada puluhan rumah yang akan dibedah untuk diperbaiki dan dibangun. Baik kepada pemilik muslim maupun non muslim.

Salah satu pihak lain yang kami kunjungi untuk melihat progres pembangunannya, adalah rumah milik Bapak Mus Muliadi (45) di Desa Payung, yang juga berprofesi sebagai bilal mayit atau pemandi jenazah.

Pak Muliadi dengan 4 orang anak ini menceritakan, ia awalnya adalah warga Stabat, Langkat lalu hijrah ke kawasan Sinabung tersebut pada tahun 2009 dengan membeli sebidang tanah. Dahulunya ia hidup secara nomaden dengan menumpang dari desa ke desa yang ia singgahi.

Karena ketiadaan dana, Pak Muliadi terpaksa membiarkan tanah miliknya tak memiliki bangunan selama bertahun-tahun.

Mendengar program bedah rumah yang diadakan FPI Sumut dan Polda Sumut, akhirnya pada sebuah kesempatan ia mengajukan diri agar dapat dibuatkan tempat tinggal.

Habib Hud yang mendengar keluh kesah Pak Muliadi saat itu, tanpa berpikir panjang berkenan menyetujui dan membantu. Dan proses yang berjalan sejak bulan Mei 2018 ini, tampak segera akan rampung.

Di sudut dinding ruang utama, tanpa sengaja kami mendapati foto Imam Besar Habib Rizieq Syihab terpampang dalam bingkai sederhana.

Dalam pengakuannya, Pak Muliadi mengatakan hal itu sebagai bentuk penghormatan atas bantuan FPI dan juga pengakuan dirinya sebagai pengagum Habib Rizieq.

Sebagai takzimnya keberadaan FPI, dalam bentuk lain oleh warga juga diwujudkan dengan diserahkannya tanah wakaf oleh keluarga Bapak Rasmi Sembiring di daerah Tiganderket.

Sebidang tanah seluas 20 x 29 meter persegi itu, rencananya akan dibangun sebuah masjid, yang pengurusan dan pembangunannya diserahkan kepada FPI Sumut. Dalam kunjungan siang itu, Habib Hud Alatas mengusahakan akan mengumpulkan dana untuk membangunnya segera.

Di sisi lain, Habib Ali Al Hamid juga mendoakan hal ini dapat terealisasi dengan lancar, agar dapat bermanfaat bagi warga sekitar dalam doa bersama yang dilakukan di atas tanah tersebut dan diaminkan oleh rombongan yang menyertai.

Dekat dengan permasalahan ummat, pada kesempatan kunjungan kerja tersebut kami juga diajak untuk melakukan observasi pencarian lahan guna diperuntukan sebagai pemakaman warga muslim.

Seperti yang kami ketahui, minimnya lahan pemakaman muslim di Tanah Karo, menjadi perhatian FPI Sumut dalam membantu masyarakat.

Di sekitar lereng Gunung Sinabung, siang itu pun kami melakukan survey pencarian lahan yang sesuai. Dengan harapan, ke depan warga muslim Karo dapat menguburkan jenazah yang telah meninggal dengan mudah dan murah.

Desa Payung Anak Kandung FPI

Berlanjut jelang sore hari, kami mengunjungi Masjid Nurul Awwaliyah yang berada di Desa Payung yang juga masuk dalam wilayah Tanah Karo. Di tempat ini, kami disambut oleh Ustadz Syaiful salah seorang pengurus masjid.

Di sela kunjungan kami mendapat informasi, bahwa di tempat inilah dahulunya dijadikan basis dakwah FPI Sumut oleh Habib Hud.

Pada tahun 2014, FPI Sumut masuk ke Desa Payung dengan misi dakwah dengan mengutus guru-guru mengaji untuk mengajarkan kepada anak-anak setempat dan juga di desa-desa sekitarnya. Misi ini dibiayai berkat bantuan donasi teman-teman seperjuangan Habib Hud.

Dengan pendekatan ahlak yang senantiasa ditekankan oleh Habib Hud, secara perlahan FPI dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

“Dahulu FPI Sumut masuk tanpa mengenakan atribut. Karena kami mengedepankan apa yang kami lakukan dengan kesantunan ahlak. Dengan begitu, dengan sendirinya masyarakat dapat mengenal FPI dengan bukti kebaikan.” papar Habib Hud menceritakan ihwal FPI masuk di Tanah Karo.

Perlahan simpati masyarakat kepada FPI berbuah manis, dengan tumbuhnya perkembangan Islam di daerah tersebut. Para mualaf pun hadir bermunculan berkat peran dakwah FPI Sumut.

Tidak itu saja, di tempat ini pertama kali cabang FPI dapat berdiri, yang mana di dalamnya juga terdapat mualaf binaan FPI Sumut. Dan mulai sejak itu, bendera FPI pun berkibar di atas rumah-rumah dan pepohonan dengan damai.

Desa Payung sejak itu mendapat perhatian besar. Bantuan telah banyak dialirkan. Seperti sembako bagi para dhuafa, pengadaan seragam bagi anak-anak yang mengaji, serta pompa air bagi masjid dan lainnya.

Tak berlebihan rasanya, di sela kunjungan Habib Hud mengatakan, “Desa Payung adalah anak kandungnya FPI.”

Peran Habib Hud Alatas

Harmonisasi keberagaman nilai-nilai tradisi dan toleransi keagamaan, sebenarnya tak jauh tercermin pada pribadi Habib Hud Alatas (52). Beliau sendiri tumbuh dan hidup di dalam keluarga besar dengan perbedaan budaya dan agama.

Habib Hud yang keturunan Hadramaut, Yaman dari kakeknya, tumbuh kala remaja sebagai pribadi yang mudah bergaul dengan berbagai kalangan dan latarbelakang etnis serta agama.
Di masa sekolah, ia pun melewatinya dengan hanya menempuh di sekolah-sekolah umum. Cara mudah bergaulnya Habib Hud dibuktikan saat beliau dibangku SMAN 4 Medan yang bermayoritas pemeluk Kristen. Bahkan saat berkuliah, Habib Hud tercatat sebagai mahasiswa Universitas HKBP Nommensen, Medan.

Tak sedikit, bekas teman-teman sekolahnya kini menjabat sebagai pendeta-pendeta berpengaruh di Sumatera Utara. Dan hingga kini masih terjalin hubungan erat dengan Habib Hud.

Habib Hud yang beristrikan Rismawati (40) bermarga Tarigan Sibero yang saat sebelum menikah juga seorang pemeluk Nasrani, menjadi bukti lain toleransi antar agama itu terjalin indah. Meski didahului proses pertentangan yang tidak mudah dari orangtua mereka. Terutama keluarga besar Habib Hud yang notabene berasal dari kalangan habaib.

Seiring waktu, tahun 2003 mereka dapat menikah dengan baik. Sang istri menjadi mualaf. Dan sejak 4 bulan setelah menikah Habib Hud memasukan istri ke dalam sebuah pesantren agar dapat mengenal Islam dengan lebih baik lagi. Lantas setahun kemudian, mereka dapat berangkat ke tanah suci Mekkah untuk beribadah haji.

Memimpin FPI

Kepemimpinan Habib Hud Alatas sebagai Ketua DPD FPI Sumut yang sejak terpilih pada awal tahun 2014, mendapat sambutan baik di tengah masyarakat. Sambutan itu, tidak saja datang dari kalangan muslim, tetapi juga dari kalangan non muslim. Bahkan rekan-rekan Habib Hud yang beragama Kristen seperti di antaranya para pendeta memberi ucapan selamat lebih awal atas terpilihnya sebagai Ketua FPI.

Habib Hud Alatas yang senantiasa mengedepankan dialog dalam setiap aksinya, mampu menembus jalur-jalur birokrasi pemerintah dan swasta. Terutama pihak kepolisian untuk merajut jalinan kerjasama dalam menjaga ketertiban dan keamanan. Tak jarang kegiatan silaturahmi diadakan di Pondok Syariah dengan para jajaran anggota dan pimpinan kepolisian.

Kedekatan Habib Hud dengan pihak kepolisian, tidak serta-merta dirinya menjadi tidak tegas dalam penegakan amar ma’ruf nahi munkar sebagai garis utama perjuangan FPI. Kampung Kubur di Kelurahan Petisah, Kota Medan misalnya, menjadi langganan aksi penggrebegan para laskar FPI Sumut. Bahkan beliau sendiri tak segan-segan memimpin aksinya.

Begitu juga dengan tempat-tempat maksiat dan perjudian yang ada di sekitaran kota Medan, tak luput menjadi sasaran aksi.

Menurut Habib Hud, langkah awal dalam setiap aksinya, FPI Sumut senantiasa menginformasikan dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Sebagai bentuk dialogis, FPI Sumut memberikan teguran keras kepada pemilik tempat-tempat maksiat.

Bila tetap membandel maka sebagai konsukuensinya aksi demonstrasi besar-besaran dilakukan sebagai bentuk protes, hingga dapat menerjunkan puluhan ribu laskar.

Seiring perjalanan waktu, bidang kemanusiaan menjadi porsi besar dilakukan FPI Sumut dalam aksinya. Dampak seringnya erupsi Gunung Sinabung salah satu menjadi pemicunya.

Untuk itulah, DPD FPI Sumut membentuk divisi kemanusiaan, Hilal Merah Indonesia (HILMI) yang dikukuhkan oleh Ketua DPP HILMI, Habib Ali Al Hamid di sela kunjungan kerja.

Dari hasil pelantikan terbentuklah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) HILMI Sumut di bawah pimpinan Ir. Husni Hasan sebagai Ketua, Boy Gunawan sebagai Sekretaris serta Helmi Taufik Lubis sebagai Bendahara.

Banyak sudah aksi-aksi kemanusiaan yang dilakukan oleh HILMI Sumut hingga kini. Sebagai bukti, 2 buah ambulance yang terparkir di halaman Pondok Syariah menjadi salah satu saksi perjalanan aksi kemanusiaan yang dilakukan hingga kini.

Dalam setiap aksi kegiatan kemanusiaan, Habib Hud menekankan untuk tidak memandang siapa yang dapat dibantu dan memerlukan pertolongan. Apapun latarbelakang etnisnya, sukunya dan agamanya, wajib diberikan bantuan semaksimal mungkin.

Suasana pelantikan DPD HILMI Sumut.

Aksi kemanusiaan dan bakti sosial yang dilakukan HILMI-FPI Sumut senantiasa mendapat antusias tinggi dari masyarakat. Tak jarang sebuah kegiatan besar dilakukan berkerjasama dengan pihak-pihak lain. Seperti yang dilakukan HILMI-FPI Sumut bersama Polda Sumut belum lama ini, dengan mengadakan pengobatan dan khitanan gratis serta bedah rumah untuk segala kalangan. Baik muslim maupun non muslim.

Nilai-nilai kebergaman dan toleransi dijunjung tinggi. Bahkan HILMI-FPI Sumut melakukan hal yang sama saat setiap perayaan Idul Adha, dengan membagikan hewan qurban kepada pemeluk agama lain.

Bahkan suatu waktu, Habib Hud memimpin langsung pendistribusian hewan qurban dengan mengantarkan langsung ke ladang-ladang di lereng Gunung Sinabung, agar dapat dinikmati oleh siapapun termasuk kalangan Nasrani yang ada di sana.

Keberadaan HILMI-FPI Sumut yang dibutuhkan di tengah masyarakat juga tergambar dengan keberadaan mobil ambulance yang dapat dipakai siapa saja yang membutuhkan. Bahkan Habib Hud menceritakan ambulance milik HILMI-FPI Sumut ini malah seringkali dipinjam oleh saudara-saudara kalangan Nasrani untuk keperluan mengantar jenazah.

Ada kisah menarik dan mengharukan tentang keberadaan ambulance ini. Habib Hud menceritakannya penjang lebar dalam sesi wawancara kepada Media HILMI.

2016 menjadi tahun kisah ini terjadi. Di mana Habib Hud bersama DPD FPI Sumut membantu seorang balita penderita tumor otak, buah hati dari pasangan suami istri beragama Nasrani.

Pasien rujukan RS. Bunda Thamrin Medan ini diharuskan melakukan chemotherapy (kemoterapi) di RSUP H. Adam Malik yang lebih memiliki kelengkapan medis.

Mahalnya biaya perawatan, tentu menjadi hambatan ibu dan ayah sang balita yang memang dari kalangan keluarga tak mampu. Maka sebagai jalan keluar, harus dibuatkan BPJS guna meringankan.

Proses pembuatan BPJS terkendala administrasi. Di mana diketahui mereka tak memiliki kartu keluarga (KK) sebagai prasyaratnya.

Menurut Habib Hud, hal ini dapat dimaklumi mungkin karena ketidakmengertian mereka sebagai warga kampung dari Kecamatan Kuta Buluh, Tanah Karo, yang berjarak ratusan kilometer dari pusat kota Medan.

Melihat kondisi tersebut, Habib Hud hadir memberikan solusinya. Dengan kerendahan hati, dirinya meminta kepada pihak keluarga untuk memasukan nama anaknya ke dalam KK milik keluarga Habib Hud.

Pihak keluarga lega dan menerima. Bahkan dalam urusan pencantuman nama, mereka menyerahkannya kepada Habib Hud. Akhirnya nama Muna dipilih. Sang ibu, Tiurma Ginting menyambut dengan senyuman. Begitu juga Toni Sembiring selaku ayah.

Selama kisaran 5-6 bulan, Muna akhirnya dapat dirawat di RSUP H. Adam Malik. Dan Habib Hud seringkali datang menjenguk membawa makanan serta dukungan doa. Namun nasib berkehendak lain, Muna akhirnya wafat dalam usia sekitar 1 tahun.

Tengah malam saat itu, Habib Hud pun datang kembali menawarkan apa yang dapat dibantukan kepada pihak keluarga.

Pihak keluarga mengatakan sangat membutuhkan ambulance, untuk mengantar jenazah pulang ke kampung halaman. Tanpa berpikir panjang beliau pun meluluskan permintaan pihak keluarga.

Sekitar pukul 02.00 dinihari, Habib Hud pamit keluar dari rumah sakit. Dengan sendirian mengendarai sepeda motor, Habib Hud berinisiatif mencari kios pembuatan kayu salib.

Kayu salib merupakan salah satu elemen yang biasa dipakai adat Karo dalam prosesi pemakaman. Hal tersebut dilakukan Habib Hud semata untuk memberi penghormatan terakhir kepada Muna, yang secara tidak langsung telah dianggap sebagai anaknya sendiri.

Tanpa pernah berpikir dampak kontroversi hal yang dilakukannya, Habib Hud sempat sejanak hening merenung saat mengikatkan salib di kap depan mobil ambulance yang terparkir di halaman Pondok Syariah.

Khusyuk dalam hening, hati kecil Habib Hud merenung, “Ya Allah, kayu salib ini tidak dapat mengalihkan imanku menyembahMu. Maka ijinkan aku menghormatinya (Muna) dengan keikhlasan sebagai bentuk hadiah kemanusiaanku.”

Sampai saat ini, Habib Hud tak pernah menanyakan keabsahan hal yang dilakukannya kepada pihak yang lebih paham. Ia hanya tak ingin hal tersebut dapat menodai makna keikhlasan di dalamnya.

Habib Hud percaya, Allah maha mengetahui dan mengerti apa yang dilakukan. Ia menilai bahwa Islam yang diyakininya sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, harus mampu menunjukan ahlak yang baik kepada siapapun.

Sikap lembut toleransi Habib Hud juga kembali ditunjukannya saat menghadiri proses pemakaman. Bahkan dalam jelang upacara itu, Habib Hud sempat membelikan plastik baru penutup peti jenazah untuk menggantikan plastik semula yang dianggap tak layak. Lagi-lagi beliau lakukan semata sebagai bentuk penghormatan.

Sungguh luar biasa, bagi saya pribadi sebagai penulis dan juga pengurus DPP HILMI yang hadir dalam kunjungan kerja, sangat mendapatkan pengalaman dan wawasan berharga tentang nilai-nilai toleransi terhadap keberagaman etnis dan agama yang tersemai indah di tengah masyarakat Sumatera Utara. Yang di dalamnya juga berada HILMI-FPI Sumut mempraktekannya dengan nyata.

Di penghujung hari kunjungan kerja, rombongan DPP HILMI juga sempat menikmati keindahan alam Sumatera Utara, khususnya Danau Toba. Mengenal tarian adat di Pulau Samosir serta menikmati lezatnya durian khas di kebun milik Ustadz Amru, Sekretaris FPI Sumut.

Oleh-oleh yang sangat terkesan mendalam di hati kami, yang pada akhirnya penulis dalam menuangkannya ke dalam tulisan panjang ini. Untuk dapat disajikan secara bersama. Sekaligus menepis gaduh isu intoleransi yang marak merebak di tengah masyarakat.

sumber: hilalmerahindonesia.org

Artikel Terkait

Back to top button