Bukan Pilihan, Pelajaran Agama Matpel Wajib di Sekolah
Jakarta (SI Online) – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mewajibkan adanya pemberian mata pelajaran pendidikan agama di sekolah-sekolah.
Menurut Hakim MK, Arief Hidayat, adanya pendidikan agama di sekolah merupakan konsekuensi atau tindak lanjut dari penerapan Pancasila sebagai dasar bernegara.
“Pengajaran agama dalam dunia pendidikan telah berlangsung sejak lama dan merupakan konsekuensi penerimaan Pancasila sebagai ideologi,” kata Arief ketika membacakan draf putusan mengenai uji materiil Pasal 12 ayat 1 dan Pasal 37 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Jumat (03/01/2025).
MK berpandangan pendidikan nasional harus dilaksanakan secara demokratis dan berkeadilan sembari tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Menurut MK, pendidikan nasional bertujuan untuk membentuk potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa.
“Pendidikan nasional dalam tingkat apapun tidak dapat dilepaskan dari nilai keagamaan,” ujar Arief.
MK menilai, mewajibkan pelaksanaan pendidikan agama di tingkat sekolah sangat dapat diwajarkan. Bahkan, para siswa justru memiliki hak dan kewajiban untuk menerima pendidikan agama.
Alasannya, pendidikan agama merupakan unsur penting dalam menjaga kesinambungkan kehidupan beragama di dalam lingkup negara Pancasila.
Para pemohon sebelumnya memohon agar pendidikan agama dijadikan sebagai pilihan mata pelajaran, dan bukan sebagai kewajiban.
Para pemohon, Raymond Kamil dan Indra Syahputra, menginginkan agar pendidikan agama tidak hanya dimaknai untuk satu agama tertentu saja. Namun, dimaknai sebagai pendidikan tentang semua agama dan kepercayaan serta adat istiadat yang bersifat kajian ilmiah tersebut. Para pemohon tidak menganut agama maupun aliran kepercayaan.
Permohonan ini ditolak mentah-mentah oleh MK. Hal ini dinilai justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
“Pilihan untuk dikecualikan dari pendidikan agama juga tidak dapat dibenarkan tanpa alasan yang kuat,” kata Arief.
Pemaknaan pasal-pasal yang diuji juga dinilai oleh MK kurang tepat. Dengan demikian, dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon terkait dengan pelaksanaan pendidikan agama tersebut ditolak oleh MK karena tidak beralasan menurut hukum. []