FINANSIAL

Dampak Miras pada Keuangan Keluarga dan Ekonomi Syariah

Saat ini para netizen sedang membicarakan tentang Peraturan Presiden (PP) No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang salah satunya mengatur soal penanaman modal untuk minuman beralkohol. Dalam PP No 10 Tahun 2021, terdapat izin permodalan untuk bidang usaha tersebut di beberapa daerah seperti Bali, NTT, Sulawesi Utara dan Papua.

Beragam tulisan netizen yang secara umum menggambarkan respon dari masyarakat terhadap peraturan tersebut, ada yang pro dan ada yang kontra. Secara umum opini masyarakat memandang disahkannya kebijakan tersebut terbagi pada dua alasan, pertama adalah tidak sesuainya dengan norma yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia dan kedua adalah dari segi hitung-hitungan keuntungan dengan disahkannya kebijakan tersebut. Tapi bagaimana respon Sakinah Finance atas kebijakan tersebut?

Miras atau Minuman Keras adalah salah satu wujud benda haram yang dilarang selain berjudi karena lebih banyak dosa besar dibandingkan manfaatnya (lihat QS Al-Baqarah (2): 219). Dalam Tafsir Al-Muyassar, miras dapat menjadikan seseorang kehilangan akal dan harta bendanya, bahkan dapat memicu kepada kasus kriminal lain. Misalnya permusuhan, perselisihan, penghalang zikir dan sholat, bahkan bisa memperkosa dan membunuh. Di ayat lain, QS Al-Maidah (5): 91, Allah SWT menegaskan untuk menghentikan kedua perbuatan itu.

Dari landasan syariah tersebut dapat diketahui bahwa idealnya sebagai seorang Muslim menolak unsur apapun yang dapat melegalisasi miras karena merupakan dari bagian yang dilarang dalam Islam. Lalu, apakah ada hubungannya antara di sahkannya peraturan tersebut dengan keuangan keluarga?

Minimal ada tiga aspek bagaimana miras ini dapat merusak keuangan keluarga:

Pertama, mengganggu pendapatan keluarga

Kepala rumah tangga yang wajib mencari nafkah tapi kecanduan mengkonsumsi miras tidak akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Penghasilannya baik dari bekerja atau berbisnis dapat terancam. Untuk Indonesia sendiri masih kurang umum ditemukan bagaiman miras mampu mempengaruhi keluarga, namun di negara seperti India misalnya isu ini merupakan hal yang serius dan telah banyak dibahas dalam penelitian.

Isu tersebut merupakan analisa tentang bagaimana jika salah satu anggota keluarga khususnya yang bertugas mencari nafkah ketika memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman keras, dari berbagai studi tersebut ditemukan ada kecenderungan para pencari nafkah akan menghabiskan pendapatannya untuk minuman keras bahkan hingga mengabaikan pengeluaran rumah tangga yang seharusnya diprioritaskan.

Kedua, memerlukan biaya kesehatan lebih tinggi

Secara umum diketahui bahwa miras mengakibatkan ancaman pada kesehatan. Dari beberapa sumber medis diketahui bahwa miras mengganggu sistem pencernaan, merusak hati, menurunkan fungsi otak dan meningkatkan risiko penyakit jantung. Dari risiko-risiko kesehatan tersebut secara logika dapat berdampak pada peningkatan pengeluaran untuk biaya kesehatan.

Ketiga, mengganggu investasi keluarga

Investasi sendiri untuk masyarakat secara umum masih belum menjadi tren. Masyarakat masih berasumsi bahwa investasi hanya bisa dilakukan oleh mereka yang tergolong ‘the have’, padahal investasi bisa dilakukan dalam jumlah yang kecil. Dalam konsep Sakinah Finance, secara umum pendapatan akan dibagi pada beberapa hal pertama adalah zakat dan sumbangan, konsumsi, proteksi asuransi syariah, dan investasi syariah. Pada poin satu sebelumnya, miras dapat menyebabkan bengkaknya biaya kesehatan. Jika dari sisi pendapatan sudah berkurang maka aspek-aspek keuangan keluarga lainnya seperti investasi akan terancam.
Ekonomi Syariah

Netizen cukup gembira karena per 2 Maret kemarin, karena Presiden Jokowi telah resmi mencabut lampiran III yang mengatur investasi baru Industri Minuman Keras mengandung Alkohol.

Jelas saja kalau lampiran PP ini dibiarkan, akan sangat berlawanan dengan misi Presiden sendiri yang ingin menjadikan Indonesia sebagai Kiblat Ekonomi dan Keuangan Syariah Dunia pada tahun 2024. Semua sektor ekonomi dan keuangan syariah jelas menentang kehadiran miras di dalam semua lini bisnisnya. Misalnya, lembaga keuangan syariah dilarang menyalurkan pembiayaan untuk perusahaan miras. Sektor makanan dan minuman halal jelas tidak memasukan miras dalam bisnisnya. Pariwisata halal tidak menawarkan miras untuk tamunya. Media Islami dilarang mempromosikan miras.

Namun seyogyanya pencabutan lampiran pada PP tersebut belum ideal karena masih ada ketidakjelasan dari konteks PP keseluruhan. Mengutip pernyataan Sonny Zulhuda, dosen senior bidang Hukum Islam di International Islamic University Malaysia, dia mengusulkan perubahan pasal 77 ayat 2, UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja untuk memasukkan Bidang Usaha Minuman Keras ke dalam daftar Bidang Usaha yang Tertutup.

Kedua, usulan perubahan terhadap pasal 14 huruf a, pada Perpres No 10/2021 agar tidak membatalkan Perpres No 76/2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Semoga permasalahan ini akan mendapatkan solusi yang lebih baik dan berkepihakan kepada semua lapisan masyarakat yang sudah tidak kuat lagi menghadapi dampak miras dalam kehidupan mereka. Wallahu a’lam bis-shawaab. Salam Sakinah!

Murniati Mukhlisin dan Ratna Komalasari
Institut Agama Islam Tazkia/Sakinah Finance

Artikel Terkait

Back to top button