NASIONAL

Demi Kepastian Hukum, Fahri Dorong Pembahasan dan Pengesahan RUU KUHP

Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia hukum membangun tiga ketidakpastian untuk tidak menjamin di Indonesia yang bisa berakibat kepada perkiraan jatuhnya indeks demokrasi seperti yang terjadi tahun ini.

Skenario pertama adalah melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) yang bermasalah, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sehingga pasal-pasal direvisi.

“Kedua Presiden mem-Perppu UU ITE sehingga secara otomatis pasal bermasalah dihilangkan, agar segera ada kepastian hukum,” kata Fahri Hamzah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/2/2021).

Fahri penilaian, inisiatif untuk menerbitkan Surat Edaran Kapolri tentang Penerapan UU ITE sangat baik sekali untuk menghentikankpastian ini yang dilakukan Kepolisian.

Namun sebaiknya Polri dibekali dengan UU permanen yang bersumber pada Perppu atau revisi UU lebih permanen, termasuk juga pengesahan KUHP, selain UU ITE.

Sebab, kepolisian bukan pembuat UU karena itu dalam jangka panjang dikuatirkan akan menimbulkan masalah baru

DPR sebelum periode sekarang, kata Fahri, sebenarnya telah membahas pengesahan KUHP pada tingkat pertama di Badan Legislasi. Tetapi kemudian pembahasan tingkat dua di Rapat Paripurna DPR, pengambilan keputusan tidak, karena jawaban pembahasan belum selesai. Masih ada pasal-pasal krusial yang belum disepakati.

Karena itu, urutan ketiga adalah kedekatan pemerintah dan DPR untuk segera melakukan pembahasan dan pengesahan RUU KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).

“Sebagai hukum pidana atau hukum pidana satu untuk seterusnya dan selamanya, sehingga ini akan memberikan kepastian hukum yang lebih luas kepada seluruh UU yang mungkin bernuansa penuh ketidakpastian hukum tersebut,” katanya.

Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 berharap dapat melihat dapat direvisi Presiden dan DPR selaku pembuat UU atau produk hukum.

“Tinggal perlu penyelesaian dan pengesahaan pada tingkat kedua yang dapat dipercepat menurut ketentuan UU P3 (Pembuatan Perarturan dan Perundangan-undangan). Itu dapat dipercepat setelah periode lalu sebuah RUU telah menyelesaikan pembahasan pada tingkat pertama. Dan itu sudah terjadi pada akhir periode DPR 2012 -2019 yang lalu,” ungkap Fahri.

red: farah abdillah

Artikel Terkait

Back to top button