Enam Dugaan Pelanggaran Hukum dan HAM dalam Kerusuhan 21-22 Mei
Jakarta (SI Online) – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan LBH Pers menemukan sejumlah dugaan pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam peristiwa kerusuhan 21-22 Mei 2019.
Ketiga lembaga tersebut melakukan serangkaian pemantauan lapangan dan membuka pos pengaduan untuk mendalami serta melakukan verifikasi informasi terkait peristiwa kerusuhan 21-22 Mei 2019 yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Upaya ini dilakukan untuk meminimalisir kabar bohong (hoaks) yang bertebaran di media sosial, dan memastikan penegakan hukum berjalan sesuai prinsip-prinsip fair trial dan hak asasi manusia.
Untuk Pos Pengaduan, KontraS, LBH Jakarta, dan LBH Pers menerima 7 pengaduan, di mana terdapat pola yang sama, yaitu proses hukum yang serba tertutup berupa tidak diberikannya akses kepada keluarga untuk bertemu dengan anggota keluarganya yang ditangkap, tidak diberikannya tembusan surat perintah penangkapan dan penahanan, adanya penyiksaan, pelanggaran hak atas bantuan hukum, dan pelanggaran hak-hak anak. Pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat bermuara pada dihukumnya orang yang tidak bersalah karena tidak mendapatkan hak-haknya sedari awal proses hukum.
Dilansir dari Kontras.org, Ahad (2/6), berikut sejumlah dugaan Pelanggaran Hukum dan HAM:
1.Terjadinya penyiksaan
Terhadap seluruh tersangka yang diadukan oleh keluarganya dan tidak bisa ditemui dengan berbagai alasan, diduga keras terjadi penyiksaan karena para tersangka tidak diperbolehkan bertemu dengan keluarga atau pihak lainnya. Hal tersebut mengindikasikan ada hal-hal yang ditutup-tutupi dalam proses hukum. Sedangkan terhadap tersangka yang dapat ditemui oleh keluarga (HD, AI, ID dan AF) mengklaim bahwa mereka disiksa karena saat ditemui terdapat memar, lebam, dan luka terbuka yang menganga.
RM yang masih kategori anak juga tidak luput dari penyiksaan. Saat ditemui oleh keluarganya terlihat jelas bahwa RM babak belur (kepala atas bocor, pelipis bengkak benjol, mata kanan lebam, punggung ada bekas pukulan, bekas luka di tangan kanan).
Tindakan penganiayaan hingga luka-luka selama dalam penguasaan Kepolisian ini merupakan pelanggaran atas Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang- Undan Nomor 5 Tahun 1998.
Dalam KUHAP pasal 184 disebutkan bahwa alat bukti terdiri dari (1) keterangan saksi, (2) keterangan ahli, (3) surat-surat atau tulisan, (4) petunjuk ; dan (5) keterangan terdakwa. Sementara itu dalam pasal 189 ayat 1 jelas-jelas disebutkan bahwa yang dimaksud dengan keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
Hal itu berarti keterangan seorang terdakwa yang diberikan di luar sidang tidak dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang. Sementara itu keterangan terdakwa dapat digunakan, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.