MUHASABAH

Hati-hati, Perlawanan Rakyat Bisa Tak Terkendali

Tidak mudah saya memulai tulisan ini. Ada rasa marah yang luar biasa terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Khususnya terhadap Fraksi PDIP, Fraksi Gerindra, Fraksi Golkar, Fraksi PKB, Fraksi Nasdem, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP. Mereka inilah yang menjadi aktor utama menuju pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU.

Pengesahan itu berlangsung dalam rapat paripurna DPR, Senin kemarin (5/10/2020). Dilakukan dengan sangat tergesa-gesa. Sangat dipaksakan supaya menjadi UU. Hanya Fraksi PKS dan Demokrat yang menolak.

UU Ciptaker adalah UU yang akan menindas belasan juta kaum buruh. Yang akan menindas rakyat Indonesia secara keseluruhan. Sebaliknya, UU ini memberikan kewenangan dan kesewenangan kepada pemilik modal. Mulai sekarang, mereka akan bisa sesuka hati terhadap para pekerja.

Poin-poin kontroversial di dalam UU ini semuanya untuk kepentingan pengusaha (pemodal). Buruh yang lemah dalam banyak hal, dipaksa mengikuti keinginan pemodal. Tidak ada lagi pesangon yang memihak karyawan karena diberhentikan oleh perusahaan. Pesangon PHK berkurang sangat drastis.

Tidak ada lagi batas upah minimum. Jangan lagi harapkan cuti yang sifatnya perikemanusiaan. Cuti dua hari seminggu, tidak ada lagi. Pasal 79 UU Ciptaker menghapus cuti ini. Juga dihapus istirahat dua bulan setelah bekerja enam tahun berturut-turut. UU baru ini memberikan kewenangan kepada perusahaan untuk mengatur soal cuti. Perusahaan bisa mendiktekan perjanjian kerja dengan karyawan.

Menurut UU Ciptaker, tidak ada lagi istilah keryawan tetap perusahaan. Para pekerja boleh dikontrak seumur hidup. Inilah yang diatur di Pasal 59. Itu bermakna tidak akan ada lagi skema pensiun untuk karyawan. Karena sistem kontrak yang berlangsung terus-menerus itu tidak membebankan kewajiban kepada perusahaan untuk menyediakan skema pensiun.

Bahkan, UU Ciptaker akan memberikan keleluasaan kepada pengusaha untuk tidak membayar upah sesuai ketentuan. Pasal 88 UU Ciptaker sangat berpihak kepada  perusahaan soal pengupahan. Sanksi untuk pelanggaran ini dihapuskan. Buruh yang melancarkan protes bisa dipecat oleh perusahaan.

Pasal 90 dan 91 UU Ketenagakerjaan yang melindungi buruh dalam pembayaran upah, dihapus total oleh UU Ciptaker. Perusahaan tidak bisa diperkarakan kalau membayar pekerja di bawah standar.

Banyak lagi ketentuan di UU Ciptaker yang sifatnya akan menindas buruh. Semua ini dengan alasan untuk menarik investasi. Agar, kata para penguasa, iklim investasi di Indonesia lebih menarik bagi pemodal.

Sangat mengherankan sekali. DPR yang seharusnya bekerja untuk melindungi rakyat, sekarang malah menindas. DPR menjadi Dewan Penindas Rakyat. Semakin meyakinkan kita semua bahwa DPR tidak mewakili suara rakyat. Bukan pembela kaum lemah dan yang tertindas.

Masih waraskan kalian wahai para wakil rakyat? Atau, apakah kalian sekarang menjadi lembaga yang menguras rakyat?

Tetapi, ada satu hal yang dilupakan oleh PDIP, Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP. Bahwa mereka akan diingat sebagai pengkhianat. Rakyat akan menghukum mereka. Hanya saja, memang tidak mudah menghukum mereka. Karena hukum ada di dalam genggaman mereka.

Kita lihat saja. Perlawanan dari rakyat akan menemukan jalannya sendiri. Secara alamiah, perlawanan itu akan bangkit. Mungkin saja penindasan akan berlanjut terus oleh DPR dan para penguasa eksekutif. Boleh jadi mereka akan semakin menggila-gila dalam pengkhianatan.

Ibarat mengkonsumsi obat perangsang overdosis, para penguasa legisltaif dan eksekutif akan terlihat berani melakukan apa saja. Tetapi, semakin brutal cara-cara yang mereka lakukan terhadap rakyat, akan semakin keras reaksi yang bakal muncul.

Untuk sementara ini, rakyat masih bisa diintimidasi. Rakyat masih takut. Namun, begitu perbuatan sewenang-wenang mereka itu meluas, perlawanan rakyat bisa tak terkendali. Jadi, berhati-hatilah.[]

6 Oktober 2020

Asyari Usman
(Penulis wartawan senior)

Sumber: Facebook Asyari Usman

Artikel Terkait

Back to top button