HNW Desak Polisi Tindak Saifuddin Ibrahim yang Minta 300 Ayat Al-Qur’an Dihapus
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA menyesalkan berlanjutnya narasi intoleran dan tidak menjaga harmoni, sebagaimana dilakukan secara terbuka oleh seorang penceramah agama yaitu Saifuddin Ibrahim, yang keluar dari agama Islam dan belakangan disebut-sebut berprofesi sebagai pendeta.
Ketika BNPT meningkatkan kesadaran publik soal bahaya radikalisme dengan meluncurkan kriteria radikalisme dan Kemenag yang jadikan tahun 2022 sebagai tahun moderasi, maka sewajarnya bila dilakukan tindakan hukum yang tegas dan keras terhadap penceramah agama itu, karena jelas sekali ceramahnya radikal dan tidak moderat, menyebarkan permusuhan dan hate speech, intoleran dan membelah harmoni antara umat beragama, bahkan terhadap umat Islam yang merupakan mayoritas mutlak warga Indonesia.
Hal ini berkaitan dengan pernyataan Saifuddin yang melakukan penistaan agama Islam dengan terbuka meminta agar 300 ayat Al-Qur’an dihapus atau direvisi karena dia pahami sebagai mengajarkan kekerasan dan terorisme dan bahwa pesantren adalah sumber terorisme.
“Tindakan Saifuddin tersebut jelas-jelas tidak mencerminkan semangat moderasi dan harmoni serta toleransi di kalangan umat beragama di Indonesia, dan akan potensial menimbulkan kegaduhan dan kemarahan umat Islam. Oleh karenanya, sangat sepantasnya bila penegak hukum segera bertindak cepat menangani radikalisme dan delik penistaan agama Islam yang dilakukan oleh penceramah ini,” ujar Hidayat melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (15/3/2022).
HNW, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa pernyataan Saifuddin yang menyatakan bahwa 300 ayat Al-Qur’an mengajarkan kekerasan atau terorisme dan juga fitnahnya terhadap Pesantren sebagai sumber terorisme, jelas-jelas tidak benar, fitnah, tendensius dan meresahkan umat Islam. Ia menuturkan bahwa ajaran-ajaran Islam memang ada yang bersikat lembut dan juga tegas, terutama terhadap kebatilan.
“Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, ayat-ayat Al-Qur’an yang tegas tersebut dijadikan sebagai dasar bagi ulama dan umat untuk bergerak melawan penjajah Belanda. Itulah yang dilakukan pesantren-pesantren dengan para kiai, ulama dan penceramahnya,” jelas HNW.
“Dengan ayat-ayat Al-Qur’an mereka membela bangsa dan negara melawan para penjajah maupun kelompok komunis yang dua kali melakukan kudeta. Karena selain kasih sayang, rahmatan lil alamin, Al-Qur’an juga ajarkan sikap tegas melawan kezaliman seperti penjajahan, kejahatan, pelanggaran hukum dan otoritarianisme,” tambah Anggota DPR RI Komisi VIII yang salah satunya membidangi urusan keagamaan ini.
Lebih lanjut, HNW mengatakan hukuman yang tegas perlu diberikan kepada Saifuddin yang ternyata juga merupakan residivis penista agama. Sebelumnya, Saifuddin pada 2018 lalu telah divonis empat tahun penjara karena kasus penistaan agama Islam.
“Lalu, setelah keluar penjara, Saifuddin tidak bertaubat, tetapi malah mengulangi lagi kejahatan yang dilakukan malah secara lebih parah. Jadi, sangat layak dalam rangka keadilan hukum dan pemberantasan radikalisme apabila aparat penegak hukum menjatuhkan hukuman yang lebih berat, kepada pihak yang mengulangi kejahatannya, seperti dilakukan oleh Saifuddin itu,” tukasnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga meminta agar masyarakat, terutama umat Islam di Indonesia, untuk tidak terprovokasi menghadapi hal tersebut, tetapi pihak penegak hukum yang dipercaya menyelesaikan masalah ini juga agar betul-betul menegakkan hukum yang tegas dan keras, agar masalah ini tidak menjadi trend yang bisa menumbuh suburkan radikalisme dan merusak harmoni antara umat beragama.