RESONANSI

IKN dalam Skeptisisme

Bus Damri yang biasa bolak balik mengangkut penumpang umum Balikpapan-Titik Nol IKN kini menghilang. Bus yang praktiknya juga lebih banyak kosong itu sementara atau selamanya telah dihentikan. Konon mulai ada pembangunan di area Ibu Kota Nusantara sehingga tidak mudah untuk mengunjunginya.

Pembangunan IKN?

Jika kita melihat kondisi perjalanan Balikpapan-Penajam dan terparkirnya banyak Dump Truck di area sepertinya menunjukkan suasana “asal ada kegiatan pembangunan”. Tidak ada tanda-tanda akan membangun sebuah Ibu Kota. Membangun Ibukota Negara semestinya “hebat” dan bukan main- main.

Ada beberapa indikasi yang memunculkan skeptisisme bakal sukses pembangunan dan perpindahan Ibu Kota Nusantara, yaitu:

Pertama, belum adanya investor besar yang serius siap menanamkan modalnya di daerah yang “bukan perkotaan” dan betul betul dari nol. Investor yang ada juga “kabur”. Jika dipaksakan menggunakan APBN maka dipastikan dana bakal ambrol dan proyek mubazir.

Kedua, pindah ibukota ke lokasi yang jauh tentu menjadi beban multi dimensional. Dari psikologis, politis hingga geo-stategis. Migrasi pegawai pemerintahan pun menjadi persoalan tersendiri. Penghuni daerah elit Ibukota adalah mereka berekonomi kuat dan itu diprediksi bukan pribumi.

Ketiga, Presiden Jokowi sebentar lagi selesai masa jabatannya. Proyek “hawa nafsu” ini meski berbasis UU tetapi melekat dengan ambisi Presiden dan oligarki. DPR hanya berfungsi sebagai tukang stempel. Kelak dengan berhenti Jokowi maka berhenti pula proyeknya itu.

Keempat, bertentangan dengan sila pertama Pancasila yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Faktanya Jokowi meresmikan Kilometer Nol itu dengan nuansa mistik-mistik. Tanah dan air “kendi” yang diikuti dan diramaikan oleh para Jin. Itu menurut kesaksian dukun yang mampu menerawang.

Kelima, proyek IKN tidak didukung rakyat Indonesia. Bagaimana suatu pekerjaan besar di negera demokrasi yang ternyata tidak didukung oleh rakyatnya? IKN adalah program pemerintahan Jokowi yang berbasis ambisi pribadi dan kroni. Halusinasi itu ingin diwujudkan dengan menutup aspirasi. Maunya sendiri.

IKN akan menjadi proyek gagal yang kelak bakal ditinggal begitu saja. Lingkungan menjadi rusak. Hutan yang dihabisi. Uang negara pun dihambur-hamburkan untuk kegiatan tidak realistis dengan hambatan besar yang menghadang.

Suasana yang kini dirasakan adalah membangun Ibu Kota Negara itu seperti membuat sebuah Komplek Perumahan. Di tebing yang curam. Nafsu besar tenaga kurang.[]

M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 28 Januari 2023

Artikel Terkait

Back to top button