Jaga Sekulerisme, Tajikistan Larang Jilbab Meski Warganya 97 Persen Muslim
Jakarta (SI Online) – Demi menjaga nilai-nilai sekulerisme, sebuah negara di Asia Tengah, Tajikistan, secara resmi melarang penggunaan jilbab bagi muslimah.
Undang-Undang itu tidak berbunyi langsung UU Pelarangan Jilbab, namun Undang-Undang tentang “Tradisi dan Perayaan.”
Padahal, menurut survei negara dengan penduduk sekitar 10 juta jiwa itu, sekitar 97 persennya adalah Muslim.
Namun, parlemen negara bekas Uni Sovyet itu, malah mengadopsi rancangan UU tentang “Tradisi dan Perayaan”.
RUU itu melarang penggunaan, mengimpor, menjual, dan memasarkan “pakaian asing bagi budaya Tajik”.
RUU itu juga mencakup sanksi administratif dan denda bagi para pelanggarnya.
Mayoritas pejabat dan publik menggambarkan larangan itu ditujukan terhadap pakaian khas Muslim.
Salah satu alasan pemerintah melarang penggunaan hijab dan atribut keagamaan lainnya adalah “demi melindungi nilai-nilai budaya nasional” dan “mencegah takhayul serta ekstremisme”.
Dalam beberapa tahun terakhir, Tajikistan memang terus memperketat larangan memakai pakaian dan atribut keagamaan, terutama pakaian Muslim, di sekolah-sekolah dan tempat kerja.
Dengan UU ini, Tajikistan dilaporkan akan memperluas larangan penggunaan hijab hingga di tempat publik.
Dalam aturan baru ini, warga juga dianjurkan untuk semakin sering memakai pakaian nasional Tajikistan.
Dikutip Euro News, mereka yang melanggar undang-undang ini akan didenda mulai dari 7.920 somoni atau sekitar Rp12,1 juta untuk warga biasa, sekitar 54 ribu somoni (Rp82,6 juta), dan 57.600 somoni (Rp88,1 juta) bagi para tokoh agama.