OPINI

Jaksa Fedrik “Man of The Week”

Reaksi publik yang muncul menunjukkan kemarahan sekaligus sikap frustrasi terhadap proses penegakan hukum di negeri ini.

Mereka tambah kesal ketika mendapati para aparat penegak hukum rendahan, sekelas Fedrik gaya hidupnya sangat woowwww. Di luar batas kewajaran.

Sebagai ASN dengan golongan III C, harta kekayaan yang dimilikinya juga membuat tercengang.

Dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada tahun 2018 diketahui hartanya sebesar Rp5.8 miliar. Kendaraan yang dimiliki cukup banyak. Salah satunya sedan kelas atas merek Lexus.

Peneliti Indonesian Corruption Watch ICW) Kurnia Ramadhana minta agar Fedrik menjelaskan asal usul harta kekayaannya kepada publik. Sebab tak sesuai dengan masa kerja dan gajinya sebagai ASN.

Jadilah Fedrik sasaran kemarahan dan bullying orang sak-Indonesia.

Barangkali banyak yang lupa atau bahkan tidak tahu, bahwa seorang jaksa tidak mandiri dalam mengajukan tuntutan. Tidak bisa semaunya sendiri.

Ada sebuah prosedur di Kejaksaan yang disebut dengan rencana penuntutan (rentut).

Sebelum menyampaikan tuntutan, JPU menyampaikan rentut secara berjenjang ke atasannya. Untuk kasus-kasus yang menarik perhatian publik, rentutnya sampai ke meja Jaksa Agung.

Kasus sekelas Novel Baswedan yang sudah bertahun-tahun menyita perhatian publik domestik maupun internasional, rasanya tidak mungkin diserahkan begitu saja tuntutannya kepada Fedrik dkk.

Atasan Fedrik mulai dari Kepala Kejari Jakut sampai Jaksa Agung patut diduga mendapat rentutnya. Mereka bisa mengubah, menambah, bahkan mengurangi sebuah tuntutan.

Jaksa Agung Abdurahman Saleh (2004-2007) pernah mengubah rentut dari hukuman mati menjadi bebas.

Seorang ibu di Bandung bernama Aniq Qoriah dituntut hukuman mati karena membunuh tiga orang anaknya.

Arman —begitu dia biasa dipanggil— curiga ada gangguan kejiwaan pada Aniq. Dengan begitu dia tidak bisa dituntut pidana.

Instink Arman benar. Di persidangan dokter membuktikan Aniq mengalami gangguan jiwa. Pada 15 Januari 2007 Pengadilan Negeri Bandung membebaskannya.

Bisa disimpulkan Fedrik Adhar dkk hanya menjalankan tugas. Namun mereka bisa menjadi pintu masuk bagi publik untuk memahami wajah aparat penegak hukum dan proses penegakan hukum di negeri kita.

Fedrik adalah perca kecil yang bila kita susun, akan menjadi sebuah mozaik besar. Setelah itu Anda bisa mengambil kesimpulan sendiri.

So…Mau jengkel, marah, kasihan, iba, atau malah iri dengan Jaksa Fedrik?

Selamat datang di negeri #Gaksengajaaahhhh. End

Hersubeno Arief

sumber: facebook hersubeno arief

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button