RESONANSI

Jalan Berliku Pemerintahan Reformasi Madani Anwar Ibrahim

Sekarang telah banyak muncul dalil-dalil baru yang menafsirkan Quran dan Sunnah mengikut kepentingan aliran politik masing-masing. Syurga, neraka, kafir, fasik, munafik, liberal mengikut acuan pemimpin bukan lagi merujuk kepada ulama yang muktabar.

Adanya tokoh-tokoh yang dianggap maksum dan dibenarkan semua kata-katanya. Bahkan karena terlalu cinta taik kambing pun rasa coklat.

“Mullah-mullah” yang lebih dipatuhi dan ditaati melebihi kepatuhan mereka pada syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Pemimpin yang dimuliakan dikeramatkan di wali songo kan melebihi penghormatan para Sahabat kepada Nabi Muhammad sendiri.

Untung saja tidak sampai munculnya Hadis-hadis palsu untuk menyokong kelompok politik masih-masing seperti zaman fitnah pertikaian Bani Umayah dan Bani Abbasiyah dulu.

Terlalu berlembut terhadap beruk-beruk politik dalam bahasa netizen Malaysia atau menurut bahasa Iwan Fals Setan-setan politik walau akhirnya pasti mati pun bahaya juga.

Terbaru mereka telah berkumpul mengharapkan seorang wakil PM dihukum untuk memudahkan mereka melakukan tebuk atap walaupun mereka tahu ia berdampak buruk pada perekonomian negara.

Dan jika diadakan pemilu sekalipun tiada jaminan mereka akan menang mayoritas berdasarkan undi populer sebelum ini. Sebelum ini pun mereka menang atas dasar propaganda politik identiti sebagaimana yang di ulas oleh Prof. Chandra Muzafar.

Tegas terhadap orang kufur dan kelompok khawarij untuk mengelakkan kerusakan yang lebih besar lagi tidak masalah. Namun jangan lupa berlemah lembut pada mereka yang memiliki semangat dan cita-cita reformasi.

Namun dalam ketegasan itu, Anwar hendaklah tidak melakukan kebijakan pemerintah yang dulu pernah dia benci ketika menjadi oposisi. Jangan buat apa yang kita tidak suka orang buat pada kita. Cubit tangan sendiri dulu sebelum mencubit orang.

Ingatlah selalu falsafah kehidupan adakalanya jalan mendaki, jalan menurun, jalan mendatar dan jalan melereng tidaklah boleh menggunakan kecepatan yang sama.

Dalam hidup pandai saja tidak cukup tapi harus pandai-pandai. Ibarat menarik rambut dalam tepung, rambut tak putus, tepung tak berserak. []

Afriadi Sanusi, Ph.D. Doktor bidang politik Islam Universiti Malaya Kuala Lumpur, Malaysia

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button