Jokowi, Presiden tanpa Rakyat
Kalau dilihat sambutan publik terhadap kedatangan Prabowo Subianto (PS) dan Sandiaga Uno di segenap pelosok Nusantara, kelihatannya Pak Joko Widodo (Jokowi) sudah kehilangan legitimasi. Dalam arti, rakyat dengan jelas dan tegas memberikan pengakuan kepada Pak PS sebagai presiden. Hanya tinggal menunggu proses pengesahan pada 17 April nanti.
Memang secara de-jure, Pak Jokowi masih ber hak duduk di Istana. Tapi, fakta-fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan rakyat menghendaki Prabowo sebagai presiden. Dengan kata lain, Prabowo-lah presiden de-facto.
Lihat saja rekaman video atau foto-foto tentang sambutan rakyat ketika Prabowo dan Sandi berkunjung ke ribuan tempat di Indonesia. Tidak pernah sepi. Tidak ada pengerahan. Tidak ada penggiringan. Semua datang menyambut paslonpres 02 itu dengan tulus-ikhlas.
Tidak ada bus mewah yang disediakan untuk datang ke lokasi. Tidak ada nasi kotak. Tidak ada minuman. Tak ada oleh-oleh.
Tapi, di mana-mana membludak. Selalu gegap-gempita. Baik untuk Prabowo, maupun untuk Sandi.
Lihat saja ketika Prabowo turun ke Ambon. Kota ini pecah. Warga muslim dan non-muslim tumpah-ruah ke jalan-jalan Ambon menyambut dan mengelu-elukan beliau.
Begitu juga ketika Pak PS atau Sandi datang ke Medan, Aceh, Garut, Tasikmalaya, Cianjur, Bandung, Jogjakarta, Madura, Pubalingga, Pekanbaru, Jambi, Dumai, Batam, Bima, dlsb. Selalu penuh sesak. Gemuruh dengan pekikan “Prabowo, Prabowo”. Atau teriakan “Sandi, Sandi”.
Sebaliknya, ke mana-mana Pak Jokowi pergi, panitia penyambutan setengah mati menyediakan ‘massa palsu’ untuk menyambut. Harus disiapkan semuanya. Yang bisa dikerahkan dengan paksa, mereka suruh ikut.
Celakanya, setelah panitia bekerja keras, hasilnya kebanyakan menusuk perasaan. Banyak kursi, ruangan, atau lapangan kosong. Dan yang menyambut di kiri-kanan jalan meneriakkan yel-yel “Prabowo, Prabowo” plus acungan ‘dua jari’.
Miris. Ke mana perginya rakyat Jokowi? Kok sekarang beliau berubah menjadi presiden tanpa rakyat? Padahal, lembaga-lembaga survei menyebut Jokowi unggul besar.
Asyari Usman
(Penulis adalah wartawan senior)