NUIM HIDAYAT

Kemakmuran Indonesia dan Dunia: Mungkinkah?

Bila para pejabatnya zuhud atau hidup sederhana, maka rakyat akan berbondong-bondong berzakat atau berinfak untuk membantu keuangan negara. Rakyat akan bergotong royong saling membantu satu sama lain. Yang kaya makin dermawan, yang miskin mau bekerja keras membantu atau menjadi pekerja kaum kaya.

Walhasil, Indonesia dan dunia akan makmur (dan adil), kalau landasannya Al-Qur’an. Kalau landasannya akal dan hawa nafsu sampai kiamat dunia tidak akan makmur. Yang ada adalah keserakahan dan keserakahan.

Al-Qur’an adalah solusi, Al-Qur’an adalah obat yang memecahkan problematika manusia.

Allah berfirman, “(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al-Qur’an ) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS an Nahl 89)

Dan jikalau Kami jadikan Al-Qur’an itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” Apakah (patut Al-Qur’an ) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: “Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penyembuh (solusi) bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh”. (QS Fushshilat 44).

Kemakmuran dunia bulanlah sebuah utopia. Hal ini pernah terjadi di masa Khalifah Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz.

Di masa Umar bin Khattab, pejabat-pejabat yang hidupnya mewah ditegur keras dan ‘dikenai sanksi’. Umar sendiri hidupnya sederhana. Ia bahkan pernah menolak makanan mewah dari tamu negara, karena memikirkan rakyatnya yang makannya sederhana.

Ketika Umar memerintah, ia menasihati keluarganya agar tidak mengambil harta dari Baitul Mal, alias agar tidak korupsi. Umar pernah menghukum anaknya gubernur yang semena-mena terhadap anak rakyat, karena merasa kedudukan bapaknya yang mentereng.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz ‘lebih hebat lagi’. Ia hidup sangat sederhana. Ia tidak mau menggunakan fasilitas negara dalam kehidupan pribadinya. Ia sangat perhatian terhadap orang miskin. Di masanya masyarakat hidup adil makmur dan masyarakat menolak pembagian zakat. Zakat saat itu akhirnya dibagikan ke wilayah Afrika.

Begitulah kehidupan masyarakat yang adil makmur di dua Umar ini. Para pemimpinnya hidup sederhana, rakyatnya makmur dan Baitul Mal (kas negara) kaya raya. Para pemimpin yang menjadi teladan itulah yang menyebabkan Islam berkembang sangat pesat ketika itu ke wilayah-wilayah lain. Sangat kontras dengan kehidupan Indonesia (dan dunia) sekarang. Para pejabatnya bermewah-mewah, jutaan rakyatnya miskin dan kas negara minus, alias hutang.

وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيراً

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu. Maka, sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS Al-Isra’: 16).

Wallahu azizun hakim.

Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button