SUARA PEMBACA

Korupsi Menjamur dalam Sistem Demokrasi

Lalu bagaimana Islam memandang kasus korupsi dan cara memberantasnya?

Korupsi dalam Islam jelas hukumnya haram. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal ini. Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 188 yang artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Inilah mekanisme dalam Islam untuk memberantas kasus korupsi:

Pertama, Islam akan menanamkan mental pada setiap individunya. Mereka akan ditanamkan akidah Islam, kepada rakyat, terlebih lagi kepada para pejabat. Mereka akan dijelaskan mengenai konsep kehidupan, bahwa semua yang dilakukannya di dunia akan dimintai pertanggung-jawaban kelak di akhirat.

Kedua, menciptakan lingkungan yang kondusif. Amar makruf nahi mungkar akan selalu ada dalam negara Islam. Hubungan antara pemerintah dengan rakyat bukanlah hubungan kediktatoran. Melainkan hubungan yang harmonis, saling mengingatkan satu sama lain agar tidak ada yang keluar dari koridor Syariah Islam. Rakyat berhak memuhasabah dan mengkritik penguasa yang memang jelas telah melakukan tindakan korupsi.

Ketiga, sistem kerja lembaga yang tidak rentan korupsi. Berbeda dalam demokrasi, yang membutuhkan biaya yang amat besar untuk sekali pencalonan. Dalam negara Islam, calon pemimpin pastinya adalah orang-orang yang memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Ia tahu betul bahwa kelak tugasnya adalah untuk memastikan hukum-hukum Islam diterapkan secara sempurna, bukan untuk memperoleh materi. Dalam Islam, tidak ada pemisahan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Semuanya berada di pundak khalifah. Adapun para pembantu khalifah seperti mu’awin tafwidl, mu’awin tanfidz, wali (gubernur), amirul jihad, dan lain-lain, semuanya diangkat oleh khalifah. Maka jelas, semua hal ini tidak membutuhkan biaya yang besar.

Keempat, adanya sanksi yang memberikan efek jera. Dalam sebuah hadits oleh Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, “Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan (termasuk koruptor), orang yang merampas harta orang lain, dan penjambret.” (HR. Abu Dawud)

Sanksi untuk para koruptor ditentukan oleh hakim. Bentuknya bisa dari yang paling ringan seperti hanya berupa nasihat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa, hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling berat, yaitu hukuman mati (dengan cara digantung atau dipancung). Berat ringannya hukuman tersebut disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan. Allahu a’lam.

Nirmala Haryati
Muslimah Peduli Generasi

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button