NASIONAL

Kritik Aturan Kemenag Soal Pengeras Suara Mushala-Masjid, Bukhori: Abaikan Kondisi Sosiologis-Kultural

Jakarta (SI Online) – Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf mengritik kebijakan terbaru Kementerian Agama mengenai panduan pemakaian pengeras suara (speaker) di masjid/mushala yang diatur dalam Surat Edaran No.5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushala.

Bukhori menilai, secara substansi pedoman tersebut seolah mengabaikan dinamika kondisi sosiologis dan kultural masyarakat setempat mengingat jangkauan dari edaran tersebut tidak hanya dialamatkan kepada masjid atau musala yang berada di wilayah perkotaan tetapi juga di wilayah pedesaan.

Baca juga: Kemenag Terbitkan Pedoman Penggunaan Pengeras Suara Masjid-Mushala, Begini Ketentuannya

Anggota Fraksi PKS itu mengatakan, penggunaan pengeras suara di masjid adalah tradisi umat Islam di Indonesia. Bagi masyarakat tradisional yang komunal, mereka relatif memiliki penerimaan yang lebih positif terhadap tradisi melantunkan azan, zikir, atau pengajian dengan suara keras melalui speaker masjid.

“Selain alasan bahwa di dalam budaya komunal setiap laku individu terkonstruksi secara alamiah untuk mengutamakan kepentingan umum, tradisi tersebut juga tidak menemukan masalah ketika diterapkan di lingkungan yang homogen seperti pedesaan,” kata Bukhori di Jakarta, Senin (21/02/2022).

IKLAN: Untuk mendapatkan informasi seputar Masjid-Masjid dan kegiatan yang berkaitan dengannya, silakan like dan subscribe channel Youtube SUARA MASJID.

Politisi asal Dapil Jawa Tengah 1 ini mengatakan, dalam konstruksi kebudayaan masyarakat di pedesaan, bunyi keras tersebut telah menjelma sebagai ‘soundscape’ atau bunyi lingkungan, sehingga apabila frekuensi ataupun kapasitas dari bunyi tersebut berkurang, melemah, bahkan menghilang. Hal itu dapat berpengaruh terhadap suasana kebatinan penduduk yang biasa terpapar oleh lantunan suara yang berasal dari masjid/mushala, walaupun dilakukan secara bersahut-sahutan dengan volume yang keras.

“Seperti ada bagian yang hilang dalam keseharian hidup mereka,” ungkapnya.

Namun demikian, Bukhori mengamini bahwa fenomena yang dianggap lazim di pedesaan tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima oleh penduduk perkotaan yang hidup dalam suasana heterogen, individualistik, serta bising, sehingga ketenangan menjadi hal yang didambakan di tengah hiruk pikuk kehidupan metropolitan.

“Dalam kondisi itu, pengaturan pengeras suara pada tingkat yang proporsional menjadi hal yang perlu dilakukan. Selain demi menjaga harmoni sosial di lingkungan yang heterogen, juga penting untuk menjaga simpati masyarakat atas kegiatan keagamaan yang dilakukan,” kata dia.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button