Lindungi Masjid dan Tokoh Agama, HNW Desak RUU Perlindungan Tokoh dan Simbol Agama Disahkan
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyesalkan dan mengutuk terulangnya kejahatan terhadap masjid dan tokoh agama. Karena itu ia mendorong agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Tokoh dan Simbol Agama (RUU PTSA) yang sudah dimasukkan dalam program legislasi nasional prioritas di DPR.
Hidayat mendesak agar RUU PTSA segera dibahas dan disahkan oleh DPR RI dan Pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap tokoh agama seperti ulama (tokoh agama Islam) dan simbol agama seperti masjid.
Pernyataan tersebut merujuk kepada dua peristiwa di daerah yang berlangsung berdekatan. Yakni, penyerangan terhadap seorang ustaz seusai menyampaikan ceramah tentang zina dan miras oleh pemuda di Bangka Belitung, serta pembakaran Masjid di Leles Garut. Peristiwa itu terjadi masing-masing pada 10 Januari 2023 dan 22 Januari 2023.
“Masalah ini menjadi penting diperhatikan karena terjadinya pelecehan agama berupa pembakaran dan penyobekan kitab suci Al-Qur’an di Swedia dan Belanda,” kata Hidayat dalam keterangannya, Rabu (25/01/2023).
HNW, sapaan akrabnya, menyatakan, selain penjagaan langsung dari warga, agar kejahatan dan penistaan thd tokoh agama maupun simbol agama tidak terus berulang, maka RUU PTSA tersebut dibutuhkan karena peristiwa-peristiwa semacam itu berulangkali terjadi di banyak daerah, tanpa ada sanksi hukum yang hadirkan efek jera.
“Anehnya, banyak kasus (seperti penyerangan Ustaz di Batam, penyerangan Syekh Ali Jabber, pemukulan imam masjid di Bekasi dan lain sebagainya) disebutkan pelakunya mengalami gangguan jiwa. Sehingga banyak kasus, juga karena alasan tersebut, tidak bisa ditindaklanjut secara hukum,” ujar Anggota Komisi VIII DPR itu.
Lebih lanjut, HNW mengatakan di negara Pancasila yang sila pertamanya tegas menyebut Ketuhanan YME, perlindungan tokoh agama dan simbol agama, sangat diperlukan. Tokoh agama karena posisinya yang rentan, karena tugasnya untuk mengingatkan masyarakat. Ada banyak pelaku kriminal yang terusik dengan adanya peran tersebut.
Misalnya, seperti kasus di Bangka Belitung, karena ceramah soal miras dan zina, astaz diserang dan dianiaya dengan senjata tajam oleh pihak yang terganggu, selain rumahnya yang dibakar. Belum lagi apabila ceramahnya menyinggung kejahatan-kejahatan yang melibatkan kelompok lebih besar, seperti narkoba, judi dan lain sebagainya.
Simbol agama seperti masjid juga penting dilindungi agar fungsinya sebagai tempat ibadah, tempat umat dan warga mendapatkan siraman dan laku rohani kolektif yang menenteramkan dan mencerahkan, agar tetap dipastikan aman dan tidak selalu rentan diberlakukan cara vandalistik apalagi dibakar, sementara hanya dengan menyebut pelakunya sebagai ODGJ, maka masalah selesai dan tidak bisa dilakukan penindakan hukum yang menjerakan, dan berdampak kepada terulangnya lagi pembakaran atau vandalisme terhadap Masjid.
Atas dasar itu, lanjut Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), RUU PTSA ini didorong untuk dihadirkan kepada masyarakat. Tujuan utamanya, salah satunya, adalah melindungi tokoh agama yang rentan karena tugasnya meluruskan masyarakat.
“Argumentasi ini yang terlihat dalam Naskah Akademik dan draft RUU yang telah selesai disiapkan dan dikirimkan ke Badan Legislasi DPR RI itu,” jelasnya.