RESONANSI

Marak NFT dalam Balutan Cryptocurrency, Halalkah?

Fenomena NFT, OpenSea dan Ghozali ini sesungguhnya menjadi angin segar bagi perkembangan kapitalisasi pasar global. Perkembangan teknologi yang pesat berintegrasi dengan peningkatan ekonomi, meniscayakan munculnya gebrakan baru dalam transaksi jual beli. Saat ini, uang tidak lagi menjadi alat transaksi yang memiliki satu fungsi. Munculnya mata uang digital cryptocurrency, yang tidak digolongkan sebagai mata uang resmi, dan nihil regulasi oleh pemerintah mana pun menggambarkan ambisi para kapitalis yang tak bertepi. Produknya seperti bitcoin, ethereum, dash, ripple, dan sebagainya melesat bak primadona.

Cryptocurrency pertama kali diinisiasi oleh seorang cryptographer dari AS, David Chain pada 1983 yang memakai uang digital cryptography (e-cash). Kemudian dikembangkan lagi pada 1995 menjadi digicash. Teknologi ini memungkinkan mata uang digital tak terlacak oleh penerbit, pemerintah, atau pihak mana pun. Cryptocurrency pun kini ramai diburu penggemarnya karena dinilai menarik jika dijadikan sebagai mata uang masa depan, faktanya cryptocurrency dapat memperkecil gap antar nilai mata uang yang ada di dunia. Sebab, seiring waktu, bank cenderung mengurangi nilai mata uang karena inflasi. Adapun jenis cryptocurrency yang paling populer dan diperdagangkan sampai dengan saat ini ialah Bitcoin.

Metode pembayaran Bitcoin menggunakan teknologi peer-to-peer (tidak ada pihak ketiga yang terlibat, sehingga tidak ada penjamin) dan open source (tidak memiliki penerbit, baik itu bank atau pemerintah). Karena Bitcoin ini tidak ada wujud fisiknya, maka setiap transaksinya akan disimpan dalam database jaringan Bitcoin. Saat ini, bitcoin merupakan mata uang kripto dengan kapitalisasi terbesar di dunia. Pada 10 November 2021, harga per coin bitcoin hampir menyentuh Rp1 miliar (8/1/22). Kemudian di bulan berikutnya, nilai total pasar bitcoin menyentuh 907 miliar dolar Amerika atau sekitar Rp13.580 triliun (kurs Rp14.350). Fantastis, bahkan nilai sebesar itu hampir mencapai 7 kali lipat nilai APBN Indonesia tahun 2021.

Halal Haram Tak Lagi Menjadi Acuan

Bitcoin menjadi alat pembayaran yang sah di sebagian besar dunia seperti Jepang, Amerika Serikat, Finlandia, Denmark, Rusia, dan Korea Selatan. Di indonesia, keberadaan bursa kripto dinilai akan melindungi sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, sebagaimana yang dituturkan oleh Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana. Jumlah transaksi yang tercatat, pada periode Januari-Oktober 2021 mencapai nilai yang fantastis sebesar Rp717 triliun dengan 9,7 juta pengguna. Menurutnya, jika nominal sebesar ini tidak difasilitasi di Indonesia, masyarakat akan mencari dolar dan bermain di luar, tanpa bisa diedukasi dan kesempatan untuk mengalirkan dana bagi ekonomi Indonesia akan raib begitu saja (18/11/2021).

Wacana Indonesia akan mempraktekan bursa kripto pertama di dunia dan teregulasi akan diuncurkan pada Maret 2022 mendatang, meskipun sudah ada fatwa haram untuk kripto yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Antusias pemerintah dalam mengambil keuntungan pada transaksi kripto ini, tidak lagi mengindahkan fatwa haram MUI. (18/11/2021).

Dalam Forum Ijtima Ulama se-Indonesia ke-VII, MUI telah mengeluarkan fatwa haram uang kripto. Sebab didalamnya terdapat unsur gharar, dharar, dan bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 (15/11/2021). Miris, di negeri mayoritas muslim, halal haram tak lagi menjadi standar bagi penguasanya dalam pengambilan keputusan. Maka rasanya tak berlebihan, jika Indonesia diklaim telah mengidap sekularisme kapitalisme akut karena menjadikan asas manfaat sebagai dasar dari pengambilan kebijakan penguasanya.

Motif Ideologi

Munculnya Cryptocurrency termasuk bitcoin bukanlah suatu kebetulan, ada motif ideologi yang terendus dibaliknya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Hans Kwee selaku Direktur Swarna Investama, menurutnya fenomena kripto erat kaitannya dengan ideologi kapitalisme. Melihat para pendiri cryptocurrency adalah penganut ideologi kapitalis tulen, Mereka tak sudi jika kekayaannya diatur oleh negara melalui mekanisme bank sentral negara (6/6/2021).

Adam Smith sebagai Founder of Modern Economics yang mengemukakan perumusan ekonomi liberal dan teori bahwa mekanisme pencapaian tingkat kemakmuran dapat tercapai melalui kekuatan tangan tak terlihat (invisible hand), yaitu pasar yang menentukan harga, dan pemerintah tidak perlu ikut campur dalam mekanisme pasar. Hal ini menjadi fondasi pasar bebas dalam Ideologi kapitalisme.  Saat Amerika dilanda great depression ekonominya pun terjungkal. akhirnya pemerintah mengulurkan tangan untuk menstabilkan ekonomi negara dan membantu para investor (kapital) dari kolapsnya.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya
Back to top button