OPINI

Menelaah Kekuatan Politik Ormas Islam pada Pilpres 2019

Sebut saja Nahdlatul Ulama (NU) yang beberapa cabangnya dengan terang-terangan mendeklarasikan dukungannya kepada pasangan calon 01 (Jokowi – Ma’ruf). Begitupun dengan PA 212 yang juga secara terang-terangan mendeklarasikan dukungannya pada pasangan calon nomor urut 2 (Prabowo – Sandi) melalui Ijtima Ulama yang dilakukan beberapa kali. Jika dikaji lebih dalam lagi, maka organisasi massa Islam (ormas Islam) yang terkait erat dengan PA 212 adalah Front Pembela Islam (FPI). Meskipun di lapangan antara FPI, GNPF, dan PA 212 berjalan sebagai organisasi yang berbeda. Atas inisiatif kelompok itu jugalah, pasangan calon 02 (Prabowo – Sandi) mendapatkan legitimasi yang kuat sebagai pilihan para ulama. Legitimasi itu didapatkan dari ijtima ulama.

Dalam demokrasi, organisasi-organisasi massa Islam yang mendeklarasikan dukungannya tersebut sah-sah saja. Bahkan dalam mekanisme sistem politik, peran organisasi massa sangat dibutuhkan olah negara sebagai pengontrol maupun pendukung pembangunan. Dalam sistem politik peran organisasi massa tersebut dibagi atas dua yaitu berperan sebagai organisasi atau kelompok penekan (pressure group) dan kelompok kepentingan (interest group).

Pada pembagian jenis kelompok ormas tersebut, antara NU dan FPI sejatinya dapat dikategorikan sebagai kelompok kepentingan (interest group). Hal ini berkaitan dengan tujuan kedua organisasi massa Islam (ormas Islam) itu yang memberikan dukungannya yang secara politis pasti tidak mendukung begitu saja. Melainkan terdapat kepentingan di dalamnya. Kepentingan kedua organisasi itu bisa saja berdasarkan kepentingan ideologi organisasi maupun kepentingan kekuasaan semata.

Yang menarik adalah, antara NU dan FPI merupakan organisasi massa yang sama yaitu organisasi massa yang berasaskan Islam. Namun, keberpihakan mereka justru bertolak belakang tetapi dengan arguemnatsi yang sama yaitu atas nama kesejahteraan bangsa dan umat. Kedua organisasi Islam besar itu, terlihat sangat berlawanan. Hal ini ditandai dengan kerasnya persaingan antara 01 dan 02 di lapangan.

Perhelatan pilpres 2019 yang mempertemukan dua kekuatan Islam besar itu menunjukan dua pernyataan yaitu pernyataan yang berkonotasi positif bagi Islam dan kesimpulan yang berkonotasi negatif bagi Islam.

Positifnya bagi Islam adalah, pengaruh politik Islam masih mendominasi dan masih sangat kuat dalam mengawal negara ini. Negatifnya adalah, kekuatan politik Islam secara kesatuan Islam tidak terlihat. Yang terlihat justru kekuatan politik Nahdlatul Ulama (NU) dan kekuatan politik Front Pembela Islam (FPI). Bukan berarti antara NU dan FPI tidak menyumbang kekuatan politik pada Islam tetapi lebih pada benturan kekuatan Islam yang memberikan istrumen masih rapuhnya kesatuan Islam jika dihadapkan dengan kekuasaan dan kepentingan pribadi kelompoknya. []

Muqaddim
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional
Kabid Kewirausahaan dan Industri Kreatif HMI Cabang Jakarta Selatan

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button