AL-QUR'AN & HADITS

Mengenal Hadits Mutawatir

Hadits yang diriwayatkan dari rawi-rawi itu harus berdasarkan sesuatu yang indrawi diterima mulai dari indra pengelihatan dan pendengaran.

Hal ini sama dengan anggota panca indera yang lain, seperti penciuman, perasa, dan peraba. Boleh jadi dimengerti bahwa periwayatan mereka dengan menyatakan sami’na, raiyna, lamasna, dan lain-lain. Maka akan beda halnya jika akal sebagai sandaran periwayatan.

Hadita mutawatir terbagi menjadi dua, yakni mutawatir secara lafadz dan mutawatir secara makna.

Pertama: Mutawatir secara lafadz. Hadits yang mutawatir secara lafadz dan maknanya disebut mutawatir lafdzhi, contoh:

 مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّار

Siapa yang sengaja berdusta atas namaku, ia telah memesan tempat di dalam neraka. (HR. al-Bukhari)

Hadits ini telah diriwayatkan oleh sekitar tujuh puluh sahabat. Ada yang mengatakan dua ratus sahabat. Sebagian al-Hafidz dalam ilmu hadits menyebutkan 62 sahabat, di antara mereka termasuk sepuluh sahabat yang telah dijamin masuk surga.

Ibnu Shalah menuturkan, hadits mutawatir lafdzhi sangat langka keberadaannya.

Kedua: Mutawatir secara maknawi, yaitu hadits yang mutawatir maknanya saja. Hadits ini terdapat pada beberapa kejadian. Misalnya ada seseorang yang memberitakan bahwa si Hatim telah bersedekah sebuah onta. Orang yang lain mengatakan si Hatim telah bersedekah sebuah kuda. Sedangkan yang lainnya lagi menuturkan si Hatim bersedekah sekeping dinar, dan seterusnya. Dari gambaran ini dapat dipahami bahwa pengkabaran mereka yang berbeda-beda bisa diambil garis persamaan, yaitu si Hatim bersedekah.

Contoh hadits yang menerangkan tentang telaga rasul yang diriwayatkan oleh 50 sahabat.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button