ORMAS ISLAM

Mengenal Wahhabiyyah

Keempat, setiap kali menduduki suatu desa atau kota, kelompok ini menghancurkan dan memusnahkan kuburan. Akibatnya, sebagian penulis Eropa menyebut mereka sebagai penghancur tempat-tempat ibadah.

Barangkali pernyataan tentang tuduhan tersebut agak berlebihan, karena kuburan bukanlah tempat ibadah. Akan tetapi, disinyalir mereka juga menghancurkan masjid yang berada di samping kuburan.

Mereka mendasarkan tindakannya pada hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Saw mengingkari tindakan Bani Israil ketika mereka menjadikan sebagian kuburan para Nabi sebagai masjid.

Kelima, kekerasan mereka tidak berhenti sampai di sini saja, karena mereka datang ke kubur-kubur yang tampak, kemudian menghancurkannya.

Ketika kekuasaan di negeri Hijaz kembali ke tangan mereka, mereka pun menghancurkan semua kuburan para Sahabat dan meratakannya dengan tanah.

Sekarang ini kuburan-kuburan itu tidak ada kecuali tanda-tanda yang menunjukkan tempat kuburan itu. Mereka memperbolehkan untuk menziarahinya dan ziarah itu cukup dengan mengucapkan salam kepada penghuni kubur itu. Orang yang berziarah cukup mengucapkan “Assalamu’alaikum.”

Keenam, Wahhabiyyah memperhatikan dan melarang hal-hal kecil yang mengandung keberhalaan maupun sesuatu yang membawa kepada keberhalaan, seperti fotografi.

Oleh karena inilah, kita dapat menemukan hal-hal itu dalam berbagai fatwa mereka dan risalah yang ditulis oleh ulama mereka. Sementara itu, para penguasa dari Wahhabiyyah tidak ambil peduli terhadap pendapat mereka mengenai hal itu dan secara mencolok memasang gambar dan lukisan itu pada dinding rumah mereka.

Ketujuh, mereka memperluas pengertian bid’ah secara ganjil, sehingga mereka berpendapat bahwa memasang kain penutup pada Raudhah merupakan bid’ah. Oleh karena itulah, mereka melarang mengganti kain itu dengan kain yang baru. Sehingga kain itu mirip dengan gombal yang usang dan kotor dipandang mata.

Sekiranya tidak ada nur yang memancar pada diri orang yang berada di sisi Nabi atau merasakan bahwa ia berada di tempat turunnya wahyu kepada pemimpin para rasul, niscaya ia memandangnya dengan rasa jijik.

Di atas itu semua, kita menemukan di antara mereka ada orang yang beranggapan bahwa seorang Muslim yang mengucapkan kata “Sayyidina Muhammad” sebagai suatu bid’ah yang tidak boleh dilakukan. Mereka benar-benar melampaui batas dalam hal itu. Dalam rangka dakwah, mereka keras dalam perkataan sehingga banyak orang yang menjauh dari mereka.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button