OPINI

Menggugat Peran Satgassus Merah Putih dalam Kasus KM 50

TP3 telah melakukan wawancara terhadap enam pengawal HRS yang selamat dari upaya pembunuhan di KM 50. Kesaksian mereka membuktikan hal yang sebaliknyalah yang terjadi!

Komnas HAM menyatakan dan melaporkan telah melakukan penyelidikan. Padahal yang mereka lakukan hanyalah pemantauan. Komnas HAM pun telah terlibat menyebar rakayasa dan berita bohong.

Laporan yang diterbitkan Komnas, yang diakui sebagai “Laporan Penyedikian”, adalah bagian dari rekayasa sistemik, sehingga Komnas HAM pun layak dinyatakan sebagai pelaku kejahatan kemanusiaan.

BIN menyatakan anggota BIN yang tertangkap basah sedang melakukan pengintaian di Megamendung adalah bukan anggota BIN (nama-nama dan berbagai identitas mereka dimuat secara lengkap dalam Buku Putih TP3). Padahal bukti-bukti yang ada meyakinkan TP3 bahwa mereka adalah anggota BIN.

Kebohongan lain yang perlu diusut adalah cerita Polda Metro Jaya yang digaungkan oleh Komnas HAM perihal pembunuhan terhadap para pengawal HRS di dalam mobil Xenia B 1519 UTI, di mana disebutkan mereka dibunuh karena berusaha merebut senjata petugas.

Setelah dilakukan rekonstruksi oleh TP3 atas dasar narasi yang disampaikan oleh Komnas HAM, maka “cerita karangan sarat rekayasa” tersebut secara praktis tidak mungkin bisa terjadi.

Kebohongan yang lain yang direkayasa aparat negara dan Komnas HAM adalah perihal rekayasa barang bukti (senjata api dan senjata tajam) yang diinsinuasikan bahwa “barang bukti” tersebut adalah milik korban pembunuhan. Padahal “barang bukti” tersebut sengaja direkayasa seolah milik para korban pembunuhan.

Satgasus Merah Putih Diduga Bertanggungjawab

Pada kasus KM 50, Irjen Ferdy Sambo menjabat sebagai Kadiv Propam yang menangani kasus pembunuhan enam pengawal HRS. Ketika menangani kasus KM 50, Sambo mengerahkan 30 anggota Tim Propam untuk mengungkap kasus tersebut.

Memperhatikan posisi dan peran Sambo, berikut berbagai rekayasa dan kejahatan yang dilakukan dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), maka sangat relevan jika Sambo dan Satgasus dituntut bertanggungjawab dalam pembunuhan enam pengawal HRS.

Pertama, dalam kasus Brigadir J, Sambo merupakan otak yang merekayasa manipulasi dan eksekusi sadis pembunuhan berencana terhadap korban.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button