OPINI

Nasdem Mau Menjadi Oposisi, yang Benar Saja?

Tanda-tandanya sangat kuat dan mudah dibaca. SP sebelumnya bertemu dengan tiga orang ketua umum partai koalisi Jokowi (Golkar, PPP, dan PKB), tanpa wakil PDIP. Dia juga bertemu dan makan siang dengan Gubernur DKI Anies Baswedan. Pertemuan itu dihelat bersamaan dengan makan siang Megawati-Prabowo.

Semua itu adalah signal-signal politik yang ditujukan kepada Jokowi dan Megawati. Ketika gagasan itu disampaikan secara eksplisit melalui sebuah opini di media resmi, masalahnya menjadi lain.

SP telah menyampaikan isyaratnya secara lebih tegas, tidak tersamar, dalam bahasa yang terang, namun belum menjadi sikap resmi partai yang dipublikasikan ke publik.

Kekecewaan SP sesungguhnya sangat wajar. Sebagai partai koalisi pendukung Jokowi, NasDem berhak kecewa.

Setelah berjibaku mendukung Jokowi melalui kontestasi berdarah-darah, tetiba Jokowi dan PDIP malah mengajak lawan mereka bergabung ke dalam pemerintahan.

Apalagi bila nanti jatah kursi yang diberikan kepada Gerindra lebih banyak, lebih penting, dan lebih basah dibanding parpol lainnya. Lengkap sudah.

Pertama, praktik politik yang dilakukan oleh Jokowi dan Megawati tidak wajar dalam sebuah proses demokrasi.

Benar seperti dikatakan Saur, dengan mengajak Gerindra bergabung ke dalam pemerintahan, akan menimbulkan problem serius pada proses ketatanegaraan kita. Di negara demokrasi yang benar, menganut pembagian kekuasaan. Eksekutif, legislatif, dan yudikatif (trias politica).

Dengan bergabungnya Gerindra, koalisi pemerintah akan menguasai lebih dari 70 persen kursi di parlemen. Hal itu jelas akan menimbulkan implikasi serius pada praktik demokrasi. Mengganggu proses checks and balances

Kedua, kehadiran Gerindra dipastikan akan mengganggu dan mengurangi jatah kursi parpol pendukung Jokowi.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button