Pengamat: Politik Identitas Itu Lazim Dilakukan
Jakarta (SI Online) – Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, menilai ada kesalahkaprahan mengenai isu politik identitas belakangan ini.
Menurut Hensat -panggilan akrabnya- politik identitas akan tetap ada di Indonesia. Hal itu dikarenakan “bhineka” merupakan keniscayaan bagi Indonesia, tapi kekuatan bangsa ini ada di “tunggal ika.”
Menurut pengamat komunikasi politik ini, dalam politik praktis yang tidak diperbolehkan adalah melakukan ‘reward and punishment.’
“Kalau pilih A masuk surga, kalau tidak pilih A masuk neraka, itu tidak boleh,” kata Hensat mencontohkan, Kamis (16/2/2023), seperti dilansir Republika.co.id.
Dosen komunikasi Universitas Paramadina Jakarta ini menegaskan, politik identitas memang sudah ada dan lazim dilakukan. Apalagi, Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia.
Karenanya, parpol manapun, capres manapun, akan berusaha mendapatkan suara umat Islam. Hal itu dikarenakan umat Islam memang akan menjadi pemilih terbesar, sehingga pasar terbesar itulah yang akan dikejar.
Karena itulah dalam rangka mendapatkan suara umat Islam, partai-partai atau para capres akan memakai identitas sebagai Muslim.
Menurutnya, semua itu dilakukan agar orang itu menjadi bagian dari Muslim, dan itu jadi salah satu bagian dalam promosi saja.
Selama ini, kata Hendat, semakin sering orang menyalahgunakan arti istilah politik identitas tersebut.
“Memang mau mengejar siapa, pasti mau mengejar umat muslim kan, supaya itulah dikeluarkan simbol-simbol identitas kemusliman, jangan heran kalau ada capres cawapres shalat difoto, pakai peci difoto, karena dia ingin tunjukkan identitas,” ujarnya.
red: farah abdillah