NUIM HIDAYAT

Presiden dan Kapolri, Tolong Jangan Zalimi Umat Islam!

Kasus itupun telah dilaporkan ke Presiden Jokowi oleh Amien Rais dan Abdullah Hemahahua. Tapi presiden hanya berkenan menerima tim Amien Rais kurang dari 15 menit. Kata Marwan Batubara, juru bicara tim itu, presiden unwilling (enggan) atau tidak berminat terhadap kasus itu. Entah apa sebabnya (ada yang menyatakan bahwa kasus KM50 ini melibatkan beberapa elit negeri ini). Padahal yang menjadi korban enam orang.

Beda dengan kasus yang menimpa Brigadir Yosua. Presiden berulangkali mengucapkan agar kasus ini dibuka secara transparan dan terus terang. Sampai empat kali. Sehingga akhirnya Kapolri membentuk Tim Khusus. Dan tersingkaplah kebohongan-kebohongan Sambo.

Ulah presiden dan kepolisian yang diskriminatif itu, menjadikan Wakil Ketua Pertimbangan MUI, KH Muhyiddin Junaidi gusar. Ia menyatakan,”Ada kesan bahwa penanganan korban yang kebetulan beragama non Islam jauh lebih mendapatkan dukungan massive dan perhatian untuk dituntaskan. Sementara itu perlakuan berbeda terhadap kasus yang menimpa figur/tokoh Muslim.”

Kalau presiden dan kapolri adil, mestinya kasus KM50 dibuka kembali. Kebohongan yang direkayasa Sambo dalam peristiwa Brigadir Yosua, banyak yang menduga dilakukannya juga dalam kasus KM50. Bukankah ada perkataan ahli bijak yang mengatakan bahwa orang yang biasa bohong, akan selalu mengulangi kebohongannya?

Bila presiden dan kapolri tidak mau membuka kembali kasus KM50, maka jangan salah banyak umat Islam tidak percaya kepada keduanya. Umat Islam –terutama tokoh-tokohnya- harus protes terhadap hal ini.

Diksriminasi terhadap umat Islam Islam harus dihentikan. Ironis memang. Umat Islam yang jumlahnya mayoritas, dizalimi di negeri sendiri. Ormas-ormas Islam yang dituduh radikal dibubarkan, tokoh-tokohnya banyak yang ditangkapi dan banyak yang dituduh anti Pancasila.

Maka, dari kalangan umat banyak yang berharap terjadi perubahan di 2024. Pemilu 2024 harus jurdil. Bila tidak, entah apa yang terjadi di negeri ini. Umat banyak berharap agar nanti dapat terpilih presiden dan kapolri yang mempunyai sikap adil. Tidak zalim terhadap umat Islam yang mempunyai andil sangat besar dalam kemerdekaan negeri ini.

Kembali kepada masalah polisi. Banyaknya polisi yang berkelakuan tidak baik, maka nampaknya perlu ditinjau ulang pendidikan di kepolisian. Pendidikan akhlak harus lebih ditingkatkan lagi di kepolisian. Tugas kepolisian yang mengayomi rakyat, harus benar-benar dilaksanakan. Senjata dan penjara, harus benar-benar diperuntukan bagi mereka yang berbuat jahat. Polisi harus adil, tidak zalim. Bila zalim (melanggar hukum) bahaya, karena mereka memegang senjata dan penjara.

Kita ketahui, baik di Indonesia maupun luar negeri, ada ‘good cop’ dan ‘bad cop’. Menjadi polisi yang baik tidak mudah. Sehingga seorang penulis Barat, Thomas Hauser menyatakan, ”Being a good police officer, is one of the most difficult, dangerous, idealistic jobs in the world.”

Ini bukan berarti tidak mungkin melahirkan banyak polisi yang baik. Pembenahan sistem di kepolisian, khususnya pendidikan akhlak harus dilakukan untuk melahirkan polisi-polisi yang baik. Dan terutama atasannya, yaitu presiden yang harus memerintahkannya.

Pemerintah ini mungkin bisa ‘husnul khatimah’ bila mau membuka kembali seterang-terangnya peristiwa KM50. Bila tidak, entah apa yang terjadi. Rasulullah mengingatkan, ”Takutlah kalian terhadap doa orang yang dizalimi. Karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah.” (HR Bukhari Muslim).

Nuim Hidayat, Dosen Akademi Dakwah Indonesia Depok.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button