DAERAH

Respon Resto Padang Babiambo, Ketum MUI Sumbar: Naif

Padang (SI Online) – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sumatra Barat Buya Gusizal Gazahar Dt. Palimo Basa merespon viralnya menu Restoran Padang Babiambo yang diiketahui berada di Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara.

Buya Gusrizal menyebut, memakai “brand” rumah makan Padang tetapi menjual menu babi, adalah wujud makin menipisnya rasa saling menghargai dan memahami antarkelompok masyarakat.

Baca juga: Anggota DPR Asal Sumbar Prihatin Ada Restoran Padang di Kelapa Gading Jualan Menu Babi

“Kita bukannya ingin berbicara secara tajam tentang mayoritas dan minoritas tapi rasa saling menghargai dan memahami antar kelompok masyarakat itulah yang sudah semakin tipis,” kata Buya Gusizal Gazahar Dt. Palimo Basa, Jumat (10/6/2022), dikutip dari MinangkabauNews.com.

Ulama lulusan Universitas Al Azhar, Mesir ini mengatakan, jika cara ini dipakai sebagai cara memasarkan sebuah produk secara gratis, maka hal itu sangatlah naif.

“Kalau cara seperti itu dipakai sebagai promo gratis suatu produk dagang, alangkah naifnya kebersamaan yang katanya dibangun dengan rasa toleransi. Apakah memang dalam zaman yang mereka sebut sebagai era demokrasi ini, nilai-nilai dan kebanggaan yang menjadi simbol suatu kaum, tidak mendapatkan ranah penghormatan lagi?,” tanya Buya Gusrizal.

“Apakah demokrasi yang sedang dijalankan saat ini adalah demokrasi nihil dari rasa menghargai sesuatu yang bersifat keyakinan, kehormatan, identitas kebanggaan perkauman dan semisalnya?”

“Kalau itu yang sedang dijalani saat ini, berarti kita sedang menuju putusnya ikatan kebersamaan dalam suatu bangsa. Hendaklah seluruh tokoh yang merasa sebagai tokoh bangsa menyadari bahaya tersebut!, tambahnya.

Buya Gusrizal berharap, seluruh pihak agar kembali kepada sikap saling menghargai dan menjaga yang telah terjalin dengan baik selama ini.

Buya Gusrizal menegaskan, penggunaan istilah-istilah Minangkabau seperti rendang yang tidak pada tempatnya, merupakan tindakan provokatif dan merusak tatanan kebersamaan dalam berbangsa.

“Melekatkan dan menyandingkan suatu yang khas Minangkabau dengan sesuatu yang bertolak belakang dengan nilai-nilai filosofisnya, merupakan penghinaan terhadap nilai sosial, budaya dan bagi ulama Minangkabau merupakan suatu perusakan terhadap capaian dakwah,” kata dia.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button