JEJAK SEJARAH

Sayyid Husein bin Fares bin Jindan dan Islamisasi di Minahasa Sulawesi Utara

Minahasa merupakan wilayah etnis di Sulawesi Utara yang berbatasan dengan laut Sulawesi dan Philipina di sebelah utara, Samudera Pasifik di sebelah timur, Teluk Tomini di sebelah selatan. Dan Kabupaten Bolaang Mongondow di sebelah Barat. Sejak abad ke-15 Minahasa telah menjadi wilayah lintasan perniagaan dalam jalur pelayaran perdagangan.

Terdapat dua jalur pelayaran yang melalui wilayah perairan Minahasa, yakni jalur pelayaran dari daratan Cina melalui Filipina-Sulu-Kepulauan Nusa Utara (Sangir Talaud) dan Maluku Utara, serta jalur pelayaran dari Malak melewati Kalimantan Utara, laut Sulawesi, menuju Kepulauan Nusa Utara, dan Maluku Utara. Jalur-jalur pelayaran ini kemudian digunakan oleh para pelaut Eropa untuk menuju Ternate.

Sejak dulu Minahasa telah menarik perhatian bangsa Eropa karena berasnya yang melimpah. Wilayah Minahasa telah menjadi “ladang persaingan” bagi bangsa Eropa, khususnya Spanyol dan Portugis sejak abad 16. Selain itu, Minahasa merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang mayoritas pendudukanya beragama Kristen (Marzuki, 2020).

Masuknya Islam ke Minahasa

Masuknya agama Islam ke Minahasa, khususnya daerah pesisir menurut riwayat dibawa oleh tahanan politik Belanda yang diasingkan ke Minahasa. Adapun masuknya Islam ke Minahasa melalui dua jalur, yakni jalur Ternate ke pulau Sangir, Bolaang Mongondow, dan Pesisir Minahasa. Ada jalur Sulawesi Selatan ke Gorontalo.

Menurut Prof. Hasan Jan selaku ketua Yayasan Masjid Agung Awwal Fathul Mubien penyiar agama Islam pertama di Minahasa merupakan para habib yang berasal dari Hadramaut, yang sebelumnya masuk ke Ternate. Selain itu, masuknya Islam ke Minahasa juga dilakukan oleh pedagang-pedagang Arab yang datang pada tahun 1740 (Marzuki, 2020).

Dalam sumber lain pengaruh islamisasi di daratan Minahasa berawal dari pesisir Bandar kema dan Bandar Belang sejak abad ke-16 melalui para pedagang Muslim yang diperkirakan berasal dari Arab. Literatur lain menyebutkan bahwa masuknya Islam di Minahasa dipengaruhi oleh ulama-ulama yang datang dari Sumatera seperti Syarif Mansyur, disebutkan menikahi seorang puteri penguasa Mangindanao bernama Fatimah pada abad ke-15 (Azis, 2022).

Sedangkan dalam sumber lain Islam telah masuk ke Minahasa, khususnya Kecamatan Belang dilakukan oleh ulama atau tokoh agama yang berasal dari Arab bernama Sayyid Husein bin Fares bin Jindan. Menurut catatan dikatakan bahwa, “ada makamnya orang Arab di Pulau Kramat Desa Borgo Kecamatan Belang, Minahasa Tenggara, makam tersebut sering diziarahi oleh keturunan Arab. Sayyid Husein datang ke Belang Minahasa Tenggara sekitar tahun 1800-an bersama enam orang lainnya. Sebelum ke Belang, beliau banyak singgah di beberapa tempat, seperti Ternate, Maluku Utara, Manado, dan Belang” (Mangkulo).

Sayyid Husein bin Fares bin Jindan lahir di Hadramaut. Beliau bersama enam orang temannya melakukan diaspora, melalui jalur dagang dan dakwah. Dalam tutur lisan masyarakat Belang, Sayyid Husein datang ke Nusantara memasuki daerah Maluku Utara kemudian melanjutkan ke Sulawesi Utara, sampai di pelabuhan Manado kemudian ke Belang dan menetap pada pertengahan abad ke-19.

Adapun tujuan utama kedatangan Sayyid Husein adalah berdagang dan berdakwah. Salah satu dakwah Sayyid Husein adalah menyampaikan ajaran Islam dengan cara berdiskusi yang baik dengan menghampiri masyarakat yang sedang berkumpul kemudian berbaur sembari melakukan syiar Islam.

Proses dakwah Sayyid Husein bukan lagi mengajak masyarakat Belang masuk Islam, karena sebagian besar telah beragama Islam. Melainkan mengajak masyarakat untuk lebih meningkatkan spiritualitas keislamannya.

Untuk menunjang dakwah Islamnya, Sayyid Husein kemudian membangun sebuah surau yang di kemudian hari menjadi masjid bernama Masjid At-Taqwa. []

Dimas Sigit Cahyokusumo, Penikmat Tasawuf dan Sejarah asal Jakarta.

Artikel Terkait

Back to top button