Sekolah Islam Terpadu Bukan Penghasil Radikalisme
Jakarta (SI Online) – Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) bukanlah jaringan sekolah penghasil radikalisme. Justru di Sekolah Islam Terpadu, anak-anak ditumbuhkan sikap mencintai bangsa dan tanah air Indonesia.
“JSIT bukan sekolah penghasil radikalisme. Justru di SIT, ditumbuhkan anak-anak yang mencintai bangsa dan tanah air Indonesia,” ungkap Ketua Dewan Pembina JSIT, Sukro Muhab, dalam sambutan pembukaan Rapat Kordinasi Nasional JSIT di Jakarta, 7 Desember 2019.
Adanya stigma buruk atas sekolah Isam terpadu, lanut Sukro, JSIT akan menyikapinya dengan bijak. Diantaranya dengan melakukan penguatan nilai nilai Islam, meluruskan stigma radikalisme, menguatkan konsesus dasar nasional, objektivitasi sumber-sumber keilmuan, counter isu dengan kajian, performance aktivis pendidikan, penyempurnaan pemahaman Islam yang tepat dan benar, tingkat komunikasi dengan unsur pemerintahan, berintegrasi dengan kearifan lokal, bersinergi dalam mewujudkan pembangunan, dan bedah sejarah perjuangan tokoh tokoh Islam.
Sebelumnya, Ketua Umum JSIT H Mohammad Zahri mengatakan pendidikan Islam harus beradaptasi dan berpacu mengikuti kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, identitas dan jatidiri Pendidikan Islam tetap harus memiliki ‘roadmap’ yang sudah pasti agar tujuan utama pendidikan tidak bergeser.
Menurut Zahri, pendidikan Islam seharusnya tidak hanya menghasilkan tenaga kerja semata, namun lebih dari itu. Yakni, lahirnya SDM strategis yang memiliki ketakwaan kepada Allah swt, memiliki ilmu pengetahuan dan skill sesuai zamannya, mencintai Indonesia dan NKRI, serta menjadi kontributor kemajuan bangsa.
“Tugas kita di Sekolah Islam Terpadu, karya terbaiknya adalah menghasilkan generasi dan sumber daya manusia strategis untuk Indonesia ke depan. Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yakni untuk menciptakan manusia-manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT,” ungkap Zahri.
Zahri mengajak seluruh komponen institusi pendidikan Islam untuk kembali meletakkan tujuan pendidikan nasional menuju kemajuan bangsa. Pendidikan Islam diarahkan kepada persatuan dan tidak memecah belah bangsa.
“Mari kita sadari betul bahwa tujuan Pendidikan Islam, mestinya punya kemauan dan kemampuan untuk membangun negaranya, untuk mencintai negaranya. Tidak ada pendidikan Islam yang mengajarkan membenci negaranya. Tidak ada pendidikan Islam yang mengajarkan memecah-belah persatuan bangsa,” ungkapnya.
Sebagai informasi, Rakornas JSIT ini diikuti oleh 175 peserta yang meliputi 78 Pengurus Pusat, 63 Pengurus Wilayah di 34 Provinsi, dan 27 Pengurus Wilayah bidang sosial kemanusiaan. Rakornas berlangsung dua hari, 7-8 Desember 2019.
red: shodiq ramadhan