OPINI

Selamat Datang di Negeri Para Buzzer

Dimulai pada Pilkada DKI 2012

Di Indonesia penggunaan pasukan dunia maya ini jejaknya mulai terendus pada Pilkada DKI 2012 saat Jokowi dan Ahok menjadi kandidat.

Inilah awal munculnya buzzer secara terorganisir di Indonesia.

Mereka membentuk Jokowi Ahok Social Media Volunteer (Jasmev) dipimpin oleh Kartika Djoemadi. Figur ini kemudian diangkat menjadi komisaris di PT Danareksa.

Pasukan cyber ini juga terlibat aktif mendukung Jokowi pada Pilpres 2014, dan Pilkada DKI 2017.

Laman berita Inggris The Guardian edisi 23 Juli 2018 pernah menurunkan berita seputar pekerjaan para buzzer Ahok berjudul: I felt disgusted’: inside Indonesia’s fake Twitter account factories.

Laporan investigasi wartawati Kate Lamb itu menurunkan pengakuan seorang buzzer yang hanya disebut dengan nama Alex.

Dia mengaku mengoperasikan akun-akun palsu. Kebanyakan menggunakan avatar wanita cantik yang dicomot dari internet.

Alex diberi tahu bahwa tugasnya adalah berperang dengan menggunakan berbagai cara, termasuk hoax, dan adu domba.

“Ketika Anda berperang, Anda menggunakan apa pun yang tersedia untuk menyerang lawan,” kata Alex. ”Tetapi kadang-kadang saya merasa jijik dengan diri saya sendiri.”

Setiap anggota Buzzer ujar Alex, diwajibkan memiliki 5 akun facebook, 5 akun twitter, dan 1 akun Instagram.

Jumlah buzzer ini semakin membesar pada Pilpres 2019. Tugas mereka seperti belakangan banyak disoroti adalah menyebar disinformasi, adu domba, memecah belah publik, menghajar dan mengintimidasi lawan Jokowi.

Pada Pilpres 2019 mereka sukses menyebarkan isu bahwa Prabowo-Sandi didukung oleh kelompok Islam radikal. Bila terpilih Prabowo akan mendirikan khilafah dan menegakkan syariat Islam.

Isu itu kembali mereka hembuskan untuk menggembosi aksi mahasiswa 2019. Namun gagal.

Tempo dalam edisi 28 September menyoroti dengan keras keberadaan para buzzer pemerintah yang disebut sebagai para pendengung.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button