Selesaikan Ikhtilaf, Begini Tanggung Jawab Ulil Amri dan Ulama
Dalam suatu struktur masyarakat sosio-politik (an-naas) perbedaan/perselisihan (ikhtilaf) dalam pemahaman dan sikap terhadap masalah-masalah sosial dan politik adalah suatu keniscayaan.
Segala perbedaan tersebut hanya dapat diselesaikan dengan pedoman yang bersifat valid yang bersumber dari Yang Maha Menciptakan dan Maha Mengatur segala urusan.
اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الْاَمْرَۗ مَا مِنْ شَفِيْعٍ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ اِذْنِهٖۗ ذٰلِكُمُ اللّٰهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوْهُۗ اَفَلَا تَذَكَّرُوْنَ
Sesungguhnya Rabb kalian adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ʻArasy (seraya) mengatur segala urusan. Tidak ada seorang pun pemberi syafaat, kecuali setelah (mendapat) izin-Nya. Itulah Allah, Rabb kalian. Maka, mengabdilah (ibadah) kepada-Nya! Apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (QS 10: 3)
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيْهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗذٰلِكُمُ اللّٰهُ رَبِّيْ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُۖ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ
Apa pun yang kamu perselisihkan, keputusannya (hukumnya terserah) kepada Allah. (Yang memiliki sifat-sifat demikian) itulah Allah Rabb-ku. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku kembali. (QS 42: 10)
كَانَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةً ۗ فَبَعَثَ اللّٰهُ النَّبِيّٖنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۖ وَاَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ فِيْهِ اِلَّا الَّذِيْنَ اُوْتُوْهُ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ بَغْيًا ۢ بَيْنَهُمْ ۚ فَهَدَى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِاِذْنِهٖ ۗ وَاللّٰهُ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ
Manusia (an-naas) itu (dahulunya) ummat yang satu. (Setelah timbul perselisihan,) lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidak ada yang berselisih tentangnya, kecuali orang-orang yang telah diberi (Kitab) setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri. Maka, dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). (QS 2: 213)
Dalam struktur sosio-politik mekanisme penyelesaian perselisihan ini adalah melalui hakim (pemutus hukum), yang dalam sistem (ad-dien) al-Islam merupakan tanggung jawab dan kewenangan ulil-amri (yang memiliki legalitas memegang urusan masyarakat/umat = pemerintah).
Maka ulil-amri lah yang akan memutuskan apakah perbedaan-perbedaan ini dibolehkan (ditolerir) dalam batasan-batasan tertentu atau tidak. Lihat misalnya:
QS 38:26 : Dawud sebagai Rasul/Khalifah (eksekutif) memutuskan hukum di antara an-naas
QS 4: 83: masalah yg menyangkut al-amn dan al-khauf (yang berpotensi atau berakibat terhadap keamanan dan kecemasan/ketakutan di dalam masyarakat), istinbath hukumnya (official) diserahkan kepada Rasul dan Ulil Amri.
Kapasitas ulil-amri dalam hal ini haruslah ‘alim (faqih) dalam memahami Kitabullah dan berkedudukan di dalam mejelis para ‘alim (‘ulama). Karena hanyalah ‘ulama yang benar-benar khasyyah kepada Allah (QS 35:28).