SUARA PEMBACA

Siapkah Menghadapi “New Normal Life”?

Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan, “Saat ini terlalu cepat untuk mengambil langkah new normal. Untuk masuk new normal, pemerintah harus memiliki indikator dan kriteria berbasis data penanganan corona secara medis dan epidemiologis.” (Kompas.tv)

Jikapun Pemerintah Indonesia akan mengikuti tren global new normal life, setidaknya harus memastikan kepada rakyat peta jalan penanganan pandemi ini seperti apa ke depan.

Apa pemerintah bisa menjamin protokol kesehatan di new normal life bisa dijalankan masyarakat? Jika melihat pelaksanaan PSBB selama ini saja, rasanya pesimis bahwa PSBB bisa dikatakan berhasil menurunkan kurva epidomologi. Saat PSBB saja masih banyak titik kerumunan, apalagi menjelang lebaran pasar-pasar seperti normal saja. Berjubel pembeli. Apa jadinya jika new normal life benar-benar dijalankan?

Jangan sampai Pemerintah hanya mengikuti tren global tapi tanpa menyiapkan perangkat memadai. Jika dibiarkan dikhawatirkan menjadi masalah baru. Alih-alih membangkitkan ekonomi, yang terjadi malah semakin membahayakan manusia. Alih-alih ekonomi bangkit justru wabah gelombang ke dua mengintai di depan mata.

Memang, kedaulatan suatu negara sangat dibutuhkan untuk menentukan kebijakan politiknya secara mandiri. Kedaulatan ini sangat sulit diwujudkan ketika negara banyak tersandera oleh kepentingan negara asing yang menjerat lewat ekonomi dan politik. Inilah nasib Indonesia. Kebijakan-kebijakannya mau tidak mau terpaksa harus mengikuti tren global. Bahkan siap tidak siap harus dipaksa mengikuti arahan negara adidaya. Walaupun harus menerima segala risikonya.

Ide “new normal life” bisa dikatakan ‘instruksi’ negara adidaya pemimpin peradaban kapitalisme kepada negara-negara lain yang selama ini dikuasai secara politik ekonomi. Padahal, intruksi ini jelas sangat berisiko menjadikan pandemi meluas (herd immunity), demi menyelamatkan ekonomi dunia, terbebas dari tekanan resesi.

Sangat sulit bagi indonesia untuk melepaskan diri dari ‘intruksi’ ini. Kecuali Indonesia memiliki keberanian untuk berdiri diatas kedaulatan dan konsep (ideologi) yang baru, dengan peradavan yang baru.

New Normal Life Sejati

Sangat berbeda dengan orientasi peradaban kapitalisme yang mengutamakan kepentingan (materi) ekonomi, Islam sebagai sebuah ideologi, memiliki orientasi yang bertolak belakang.

Sepanjang sejarah penerapan Islam dalam institusi negara, dipimpin oleh para khalifah, menunjukan bahwa peradaban Islam adalah satu-satunya peradaban berkarakter mulia, pemberi rasa tenteram dan ketenangan bagi kehidupan umat manusia.

Karakter ini dijamin sendiri telah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya, “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan rahmat bagi seluruh alam.” (TQS Al-Anbiya [21]: 107).

Dalam peradaban Islam, kepentingan materi (ekonomi) bukanlah yang utama atau segala-galanya, sebagaimana dalam peradaban Kapitalisme Barat. Justru uniknya Islam, mampu mewujudkan terwujud nilai materi, spiritual, kemanusiaan, dan moral secara serasi.

Hal ini bisa terjadi, karena aturan Islam lahir diturunkan oleh Allah yang Menciptakan Manusia, dimana akidah Islam sebagai landasan bagi setiap peraturan kehidupannya.

Saat pandemi terjadi, Islam menetapkan bahwa yang menjadi utama adalah keselamatan nyawa manusia. Kepentingan kesehatan lebih utama daripada kepentingan ekonomi.

Sejak awal terjadinya pandemi, Islam mensyariatkan untuk melakukan lockdown secara tepat agar pandemi tidak menyebar. Sambil memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok terhadap rakyat yang menderita wabah atapun yang terkena dampak. Ditambah jaminan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan merata diberikan kepada rakyat secara gratis.

Kehidupan normal (new normal life) seharusnya terwujud ketika dunia berpindah poros peradabannya. Dari peradaban barat kepada peradaban Islam. Pertanyaannya, siapkah kita menghadapinya?

Idea Suciati, M.AP
Pemerhati Sosial Politik
Tinggal di Sumedang, Jawa Barat

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button