INTERNASIONAL

Turki Temukan Gas di Laut Hitam, Bisa Penuhi Kebutuhan Energi 20 Tahun

Ankara (SI Online) – Turki telah menemukan sumber daya alam berupa gas dalam jumlah besar di Laut Hitam. Penemuan ini dapat membantu Turki tak tergantung pada impor energi jika gas itu dapat diambil.

Presiden Turki Tayyip Erdogan menyatakan pada para eksekutif energi bahwa dia akan mengumumkan berita bagus pada Jumat (21/8) yang akan menjadi periode baru bagi Turki. Komentar ini membuat harga saham di berbagai perusahaan energi Turki menguat dan mengangkat mata uang lira dari kondisi terpuruk pekan ini.

Erdogan tak memberi rincian tapi dua sumber menyatakan dia merujuk pada penemuan gas di Laut Hitam. Satu sumber menyatakan skala cadangan gas itu dapat memenuhi kebutuhan energi Turki selama 20 tahun.

Kapal pengeboran Turki, Fatih, telah beroperasi sejak akhir Juli di zona eksplorasi yang disebut Tuna 1, sekitar 100 mil laut utara pantai Turki di Laut Hitam bagian timur.

“Ada penemuan gas alam di sumur Tuna 1. Perkiraan cadangan itu 26 triliun kaki kubik atau 800 miliar meter kubik dan memenuhi kebutuhan Turki sekitar 20 tahun,” papar sumber tersebut, dilansir Reuters.

Meski demikian, sumber itu memperingatkan membutuhkan waktu tujuh hingga 10 tahun untuk mulai produksi dan biaya investasinya antara USD2 miliar dan USD3 miliar.

Para pejabat, termasuk Menteri Energi Fatih Donmez tidak memberikan rincian tentang pengumuman itu. Dia menyatakan Erdogan akan menjelaskan kabar mengejutkan itu sendiri.

Turki telah mengeksplorasi hidrokarbon di Laut Hitam dan Mediterania di mana operasi survei di perairan sengketa telah memicu protes dari Yunani dan Siprus.

Jika skala cadangan di Laut Hitam itu dikonfirmasi, itu akan menjadi penemuan besar dibandingkan ladang gas yang biasa dikembangkan sebesar 1-2 triliun kaki kubik. Meski demikian, pengamat menyatakan Turki dapat menghadapi biaya infrastruktur tambahan untuk masuk ke pasar.

“Bahkan jika memang penemuan itu benar, membutuhkan empat hingga enam tahun untuk mencapai tahap produksi,” kata John Bowlus, pemimpin redaksi Energy Reporters.

sumber: sindonews.com

Artikel Terkait

Back to top button