KPU dan Bawaslu dalam Hadits Segumpal Daging
Dua lembaga yang kelihatan “sepele” tapi sangat krusial di Indonesia ini adalah KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). KPU bertugas menyelenggarakan pemilu, sedangkan Bawaslu mengawasi penyelenggaraan pemilu itu.
Banyak orang anggap enteng pada kedua lembaga penting ini. Mereka terasa tidak sehebat KPK, MK, MA, DPR, TNI, Polri, BIN, dlsb. Dan memang kenyataannya tidak sehebat lembaga-lembaga itu.
Tetapi, KPU dan Bawaslu bisa membuat lembaga-lembaga hebat itu menjadi sirna jika keduanya tidak bekerja dengan baik. KPU dan Bawaslu bisa membuat Indonesia kacau bahkan dilanda konflik horizontal atau vertikal jika mereka bekerja di bawah kendali kekuasaan. Jika mereka dikooptasi oleh pemegang kekuasaan. Jika KPU dan Bawaslu tidak bekerja secara profesional, proporsional dan netral.
Sebaliknya, kualitas demokrasi dan produk demokrasi (i.e. penyelenggara kekuasaan) di negara ini bisa menjadi sangat bagus jika KPU dan Bawaslu menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)-nya sesuai amanat UUD, UU dan aturan lainnya.
Jadi, kedua lembaga “sepele” itu sebetulnya mirip dengan “segumpal daging” yang diceritakan dalam salah satu hadits yang paling tersohor. Hadits ini berasal dari Nu’man bin Basyir. Diriwayatkan oleh hampir semua perawih papan atas seperti Bukhari, Muslim, Tirmidzi, an-Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Maja, dll, dengan ujaran yang berbeda-beda tapi intinya sama.
Hadits itu lebih-kurang berbunyi, “Alaa, inna filjasadi mudhghatan. Iza sholahat sholahal-jasadu kulluhu, wa iza fasadat fasadal-jasadu kulluhu. Alaa wa hiya al-qalbu.” Artinya, “Ingatlah, di dalam tubuh ada segumpal daging. Kalau ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Dia adalah qalbu (hati).”
KPU dan Bawaslu adalah “qalbu” Indonesia. Jika dia bagus, maka baguslah negara ini. Tapi kalau dia rusak, maka hancur-leburlah jasad Indonesia.
Hari ini kita sama-sama tahu bagaimana “qalbu” Indonesia itu bersepak-terjang. Kita semua bisa menilai. KPU-Bawaslu yang “sholahat” atau “fasadat”, ada dalam kesimpulan Anda.
Misalnya, belakangan ini banyak yang meragukan integritas KPU dan Bawaslu. Sebab, dari sekian banyak kejadian yang terkait dengan wewenang kedua lembaga itu, terasa si “segumpal daging” mau dijadikan seperti “pergedel”. Enak “dimakan” setelah diblender, dibumbui, dan digoreng oleh chef yang terbaik Indonesia.