Petasan dari Lembaran Al-Qur’an, HNW: Usut Tuntas dan Segera Sahkan RUU Perlindungan Agama
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengutuk keras dipergunakannya lembaran Al-Qur’an sebagai pembungkus dan bahan petasan.
Hidayat sepakat dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah yang menegaskan bahwa penggunaan lembaran Al-Qur’an sebagai bungkus petasan sebagaimana kedapatan di Ciledug, Tangerang, merupakan perbuatan penistaan terhadap Islam, sehingga perlu diusut tuntas dan diberikan sanksi hukum yang tegas, agar tak berulang.
Apalagi kasus ini sempat jadi viral di medsos yang menandakan kasus seperti ini sudah jadi perhatian publik. Dan berulangnya kejadian penistaan terhadap agama dan simbol agama yang diakui di Indonesia membuktikan makin diperlukan adanya instrumen hukum yang lex specialis yang bisa melindungi simbol agama di Indonesia, agar bisa membuat jera siapapun yang akan kembali melakukan penistaan agama, tokoh agama maupun simbol agama-agama yang diakui di Indonesia.
“Saya mengutuk keras berulangnya penistaan agama, dan mendukung sikap Muhammadiyah dan MUI yang secara terbuka telah meminta agar polisi segera mengusut kasus ini secara tuntas. Ini memang harus segera dilakukan agar tidak menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam yang sangat menghormati Al-Qur’an sebagai kitab suci, agar kesucian agama dan ajarannya tetap terjaga, sehingga ajaran agama dapat dijalankan untuk kebaikan kemanusiaan, dan harmoni kerukunan antar umat beragama juga selalu dapat dijalankan,” ujar Hidayat melalui pernyataan tertulisnya kepada Suara Islam Online, Selasa (14/9/2021).
HNW sapaan akrabnya mengatakan, untuk mendukung penegak hukum menjaga ketertiban terkait keharmonisan umat beragama, diperlukan juga instrumen hukum yang lebih memadai dan spesifik (lex specialis) untuk melindungi simbol agama secara efektif dan sistematis.
Ia mengatakan bahwa instrumen hukum yang tersedia untuk saat ini belum menimbulkan efek jera kepada pelaku penistaan terhadap agama Islam dan simbolnya, sehingga masih terus terjadi. Sehingga ada tokoh Budha yang heran dengan terus terjadinya penistaan terhadap agama Islam (simbol/tokohnya) di Indonesia, Negara Pancasila, yang mayoritas warganya justru beragama Islam.
“Semakin seringnya penistaan agama dan simbol agama, bahkan selain saat ini dijadikan sebagai bungkus petasan, juga beberapa kali menjadi bahan lawakan atau candaan oleh para aktivis stand up comedy. Itu terjadi karena permisifnya publik, juga karena tidak adanya sanksi hukum yang tegas, sehingga para penista agama mengira mereka tidak melakukan pelanggaran hukum, sehingga nista itu terulang lagi dan lagi,” ujarnya.
HNW mengatakan bahwa selama ini perbuatan penistaan agama kerap kali diusut dengan UU PNPS No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahaan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama atau Pasal 156s KUHP, dengan ancaman maksimal lima tahun.
“UU tersebut hanya terdiri dari lima pasal, jadi tidak secara komprehensif mengatur perlindungan terhadap agama atau simbolnya seperti rumah ibadah maupun kitab suci,” ujarnya.
Oleh karena itu, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan Dewan Perwakilan Rakyat saat ini sedang menyiapkan RUU Pelindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama (RUU PTASA) sebagai upaya untuk memberikan perlindungan terhadap semua agama yang diakui di Indonesia dan simbol-simbolnya.