SUARA PEMBACA

Politik PHP Ala Demokrasi

Secara mengejutkan, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi memberikan dukungan kepada Jokowi dalam pilpres 2019. Dia secara terang-terangan memuji pemerintahan Presiden Jokowi. Salah satunya karena pemerintahan Jokowi memperhatikan pembangunan di wilayah Indonesia bagian Timur, khususnya di NTB (merdeka.com, 9/7/2018).

Manuver TGB ini menjadi ramai diperbincangkan banyak pihak. Tak sedikit juga yang kecewa dengan sikap politiknya. Mengingat dalam Pilpres 2014, Gubernur Nusa Tenggara Barat ini mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, lawan politik Jokowi.

Walau disesalkan sejumlah pihak anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat tersebut menegaskan tak akan goyah atas keputusannya mendukung Jokowi dalam Pilpres 2019. Sokongan akan tetap diberikan kendati muncul pertentangan dari partainya, Partai Demokrat.

Berbalik arah dukungan TGB ke Jokowi dinilai Ketua DPP Gerindra Desmond J. Mahesa merupakan hal yang biasa. Desmond menyebut kondisi TGB tengah terpojok.

Desmond menyebut TGB sedang terpojok karena sedang tersangkut kasus di KPK. Hal itu juga, menurut Desmond, yang dialami oleh Ketum Perindo Hary Tanoesoedibjo yang berbalik arah mendukung Jokowi (detik.com, 9/6/2018).

Sementara respon lebih adem dikemukakan Ustadz Abdul Somad (UAS). Beliau mengungkapkan bahwa banyak pihak yang menanyakan kepadanya soal sikap TGB tersebut. Namun dibalas dengan pesan singkat “Tunggu HRS” (FP Ustadz Abdul Somad, 5/7/2018).

Ya, begitulah demokrasi, tak ada kawan maupun lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Saling sandera satu sama lain demi kepentingan tercapai, menjadi salah satu watak buruk demokrasi.

Sementara umat dibuai dengan harapan-harapan indah yang berujung kecewa. Sebab sudah terlanjur jatuh hati dengan figuritas lahiriah yang tampak membela kepentingan umat. Tapi berujung pada kepentingan politik pragmatis ala demokrasi.

Para politisi berlomba-lomba mencari jalan demi mencapai tujuan. Meskipun harus mengingkis ketakwaannya terhadap Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Miris, sebab demi kepentingan dunia lunturlah ketundukpatuhannya pada aturan Ilahi.

Bahkan tak segan-segan menggunakan ayat-ayat Allah Ta’ala untuk melegalisasi bahwa tindakannya sejalan dengan akal sehat dan ajaran Islam yang dianutnya. Seolah amnesia bahwa orang yang kini ia dukung adalah pembela para penista agama Allah Ta’ala.

Sungguh tampak nyata, demokrasi telah menyesatkan kaum muslimin dari jalan yang lurus. Demokrasi dengan cara yang licik memberikan harapan-harapan palsu, janji-janji surga yang berujung pahit (neraka). Demokrasi juga meniscayakan penyingkiran mabda (ideologi) Islam sebagai jalan memperjuangkan tegaknya syariat Allah Ta’ala. Demokrasi secara keji berhasil menjauhkan ajaran Islam dari umat. Alhasil demokrasi tak layak digunakan oleh umat untuk mencapai kebangkitan hakiki.

Kini saatnya umat beralih pada jalan perjuangan yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam. Tak hanya fokus pada orang tapi juga pada sistem yang diperjuangkan.

Jika memang kita benar-benar mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, maka selayaknya kita mengambil apa-apa yang telah beliau contohkan dan perjuangkan di jalan dakwah. Karena beliaulah sebaik-baiknya teladan.

Dan jika kita memang meyakini Islam sebagai aqidah dan syariat-Nya. Tentunya tak segan-segan dan tanpa banyak tawar menawar, serta sebagai ketundukpatuhan kita kepada Al-Khaliq, pastinya kita mengambil Islam sebagai satu-satunya jalan mencapai kebangkitan hakiki. Insyaallah. Wallahu’alam bishshawwab.

Ummu Naflah
Penulis Ideologis, Member Akademi Menulis Kreatif

Artikel Terkait

Back to top button