Tragedi Besar Akibat Suporter Tak Siap Kalah dan Polisi Represif
Kita semua beduka. Sebanyak 127 orang meninggal dunia dalam kerusuhan usai pertandingan Arema Malang lawan Persebaya Surabaya di stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, 1 Oktober 2022 malam. Arema kalah 2-3 dari Persebaya.
Korban nyawa yang tidak perlu terjadi. Kerusuhan ini semata-mata disebabkan oleh para supporter hooliganis yang tidak siap menerima kekalahan klub mereka. Hampir pasti, inilah penyebab tunggal kerusuhan yang sangat memalukan itu.
Berbagai laporan dan rekaman video menunjukan sejumlah supporter Arema, yang dikenal dengan julukan Aremania, langsung melompat ke lapangan seusai pertandingan. Mereka mengejar para pemain Persebaya. Ini jelas memperlihatkan bahwa mereka tidak terima kekalahan.
Arogansi supporter Arema. Tidak ada lain. Aremania merasa Arema tidak boleh kalah. Dunia sepakbola, atau dunia olahraga pada umumnya, adalah ajang kontestasi yang tidak mungkin didominasi secara permanen. Rekor juara bisa saja dipegang bertahun-tahun, tetapi tidak mungkin melawan kodrat alami bahwa kehebatan akan berpindah ke individu atau tim lain.
Seperti disebut terdahulu, penyebab kerusuhan Kanjuruhan adalah sejumlah supporter yang tak rela menerima kekalahan. Bagaimana dengan penyebab kematian yang begitu banyak?
Aspek ini perlu didalami dengan serius. Besar kemungkinan tindakan pihak keamanan dalam mengendalikan kerusuhan itu menyebabkan banyak korban nyawa. Sejumlah pihak meyakini penggunaan gas air mata oleh Polisi menyebabkan situasi sangat kacau.
Bukti-bukti foto dan video menunjukkan gas air mata disemprotkan di dalam stadion. Tindakan ini memicu kepanikan. Kepanikan memicu “movement” (hamburan) orang yang tak beraturan. Pada gilirannya, “movement” yang kacau itu menyebabkan banyak orang yang terinjak-injak. Sebagian mereka diduga meninggal akibat terinjak-injak (stampede) itu.
Gas air mata membuat penonton pertandingan mengalami pedih mata dan sesak napas. Kondisi ini membuat hamburan mereka untuk menyelamatkan diri tak terkendali.
Di lain sisi, banyak penonton yang tidak sigap menyelamatkan diri. Khususnya mereka yang menonton bersama keluarga. Bahkan bersama anak yang masih kecil. Stadion Kanjuruhan disebut sebagai arena bagi keluarga untuk menikmati hiburan sepakbola.
Diperkirakan, keluarga-keluarga yang berada di stadion tidak mungkin melakukan gerak cepat. Ada laporan, suami-istri tewas terinjak-injak sementara anaknya yang masih kelas 5 SD selamat.
Penggunaan gas air mata sebetulnya dilarang oleh Asosiasi Federasi Sepaknola Internasional (FIFA). Juga penggunaan senjata api, tidak diperbolehkan.