Kewajiban Mencegah Kemungkaran
Di antara bentuk kemungkaran (kemaksiatan) adalah kelalaian manusia terhadap kewajiban kepada Allah Swt. Kita disibukkan dengan berbagai kesenangan dan kenikmatan dunia. Kita berlomba-lomba mengejar harta, pangkat, jabatan sehingga melupakan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban agama seperti shalat lima waktu, shalat berjamaah bagi laki-laki, puasa, membaca Al-Qur’an, berdoa, berzikir, membayar zakat, syukur nikmat dan sebagainya. Kesenangan dan kenikmatan dunia telah membuat kita lalai dari kewajiban kita kepada Allah Swt.
Disamping itu, praktek syirik, khurafat, tahayul dan ajaran sesat yang bertentangan dengan tauhid dan aqidah Islam tumbuh subur dan berkembang. Begitu pula praktek bid’ah dalam ibadah menjadi tradisi yang dilegalkan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai kriminal (jinayat) seperti pembunuhan, penganiaan, perzinaan, pemerkosaan, pencurian, korupsi, minum-minuman keras dan sebagainya banyak terjadi di mana-mana. Krisis moral (akhlak) berupa perkataan dan perbuatan haram seperti menipu, korupsi, ghibah, mencaci, menghina, menfitnah, mencuru, berzina, pacaran (khlawat), berjudi dan sebagainya merajalela dalam masyarakat. Berbagai maksiat tersebut terjadi tanpa ada upaya dari kita untuk mencegah dan melarangnya.
Setiap muslim wajib melaksanakan amar ma’ruf (menyeru kepada kebaikan) dan nahi munkar (mencegah kemungkaran) sesuai kemampuannya. Allah ta’ala berfirman, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyeru (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah daripada yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104).
Al-Imam Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya berkata, “Maksud ayat ini adalah, harus ada sekelompok dari umat ini yang melakukan tugas dakwah, meskipun sebenarnya dakwah itu merupakan kewajiban bagi setiap individu sesuai dengan kemampuannya.” (Tafsir Ibnu Katsir: 1/361).
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak sanggup, maka ubah dengan lisan. Jika tidak sanggup, maka dengan hati. Yang demikian itu selemah-lemah iman.” (HR. Muslim). Hadits ini menunjukkam bahwa mencegah kemunkaran meruaakan kewajiban bagi setiap muslim sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik dengan tangan, lisan ataupun hatinya. (HR. Muslim).
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Demi jiwaku dalam genggaman Allah, kalian benar-benar mau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar atau (kalau tidak) Allah akan menimpakan kepada kalian siksa dari-Nya, lalu kalian memohon doa kepada Allah maka Dia tidak akan menerimanya.” (HR. At-Tirmizi dan Ibnu Majah).
Berdasarkan ayat dan hadits-hadits di atas, maka para ulama sepakat mengatakan bahwa melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar hukumnya wajib kifayah sesuai kemampuannya. Meskipun demikian, kewajiban ini bisa menjadi wajib a’in bila tidak ada orang yang melaksanakannya di suatu kampung atau daerah. Maknanya, setiap individu berdosa jika dia melihat kemunkaran, namun tidak mencegah atau melarangnya.
Setiap muslim wajib mencegah maksiat sesuai dengan kemampuannya. Seorang pemimpin wajib mencegahnya dengan tangannya yakni kekuasaannya. Seorang ulama, cendekiawan, ustaz dan da’i wajib mencegahnya dengan lisannya lewat khutbah, ceramah, pengajian dan pengajaran. Begitu pula lewat tulisan. Adapun orang yang tidak mampu mencegahnya dengan tangan maupun lisan seperti orang awam, maka wajib mencegah kemungkaran dengan hatinya yakni membencinya. Inilah tingkatan paling rendah iman seorang muslim.
Mengabaikan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar dapat mengundang bencana atau azab Allah ta’ala. Karena meninggalkan kewajiban amal ma’ruf dan nahi munkar termasuk perbuatan maksiat.
Jika kita hanya berdiam diri menyaksikan kemunkaran di sekitar kita, tanpa ada upaya pencegahan sesuai dengan kemampuan kita, maka maksiat menjadi merajalela. Jika maksiat telah merajalela dan tidak ada orang yang melakukan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar di suatu kampung atau daerah, maka Allah ta’ala akan menimpakan bencana dan azab-Nya kepada semua penduduknya.
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika manusia mengetahui kezaliman dan tidak memberantasnya, maka Allah akan menimpakan azab kepada mereka.” (HR. Abu Daud).