Meski Dikawal Jet Tempur Tetap Kejar Jokowi
Hebat, lucu, prihatin mengikuti perjalanan Jokowi ke Solo. Menggunakan Boeing milik TNI AU bersama Kapolri dan Panglima TNI, Jokowi dan Iriana pulang kampung. Dikawal oleh delapan jet tempur. Empat di kiri empat lain di kanan. Tentu berbiaya miliaran untuk sekekadar mengantar tersebut. Budaya boros memang sudah melekat dengan rezim Jokowi.
Dari aspek publikasi, mungkin pesan yang ingin disampaikan adalah Jokowi itu masih kuat dan dihormat, sehingga pengawalan dilakukan sedemikian rupa. Sebenarnya di sisi lain cara pulang seperti ini jelas menunjukkan bahwa Jokowi itu penakut. Tidak berani pulang sendiri atau diantar sekedarnya. Bagusnya diantar oleh para tukang kayu pembuat meubel. Simbolik dari asal meubel kembali ke meubel.
Seluruh rakyat tahu bahwa Jokowi itu bukan tipe apa adanya melainkan suka pada polesan atau pencitraan. Penyambutan meriah di kota Solo juga berdasarkan perintah dan rekayasa seolah-olah Jokowi itu masih dicintai oleh rakyat. Ia pura-pura tidak peduli bahwa keluarganya baru saja disoraki saat Paripurna MPR. Rakyat tidak suka kosmetik.
Jokowi sesungguhnya sedang menghadapi hujatan dan tuntutan rakyat. Ia diminta pertanggungjawaban atas berbagai kebijakan dan tindakan yang merugikan dan menyakiti rakyat. Kerja cawe-cawe dalam menyukseskan Gibran dan dosa-dosa politik yang dibuat Jokowi selama 10 tahun memerintah.
Sungguh hancur sistem ketatanegaraan Indonesia, jika seorang Presiden memerintah tanpa ada ruang pertangjawaban. Abuse of power yang dibuka pintunya oleh politik dan hukum. Tentu ideologi dan konstitusi tidak mengarahkan pada perilaku atau tindakan sewenang-wenang seorang Presiden.
Jokowi ini telah menumpuk dosa-dosa politiknya. Dari korupsi, pelanggaran hak asasi, hutang luar negeri, pengkhiatan atas kedaulatan ibu pertiwi, penjajahan atas nama investasi, hingga politik dinasti. Hukum mudah untuk merinci bukti ketika proses berjalan. Mulai dari penyelidikan, penyidikan hingga peradilan.
Rakyat tidak akan takut dengan pengawalan pesawat tempur hingga mendarat di Solo. Justru saat ia menginjakkan kaki di rumah hadiah negara 1,2 hektar yang sedang dibangun istana, disitu dapat dimulai pengusutan. BPK, KPK, Kejaksaan Agung mesti mulai bekerja. Jokowi bersama Menkeu telah membuat aturan untuk dirinya agar dapat melakukan korupsi.
Prabowo harus memimpin gerakan pembersihan negara dari korupsi. Mudah jika dimulai dari Jokowi. Jika benar pidato atau ucapannya bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum atau kepentingan rakyat adalah segala-galanya maka buktikan Prabowo tidak melindungi siapa pun untuk proses hukum. Termasuk atau khususnya Jokowi.
Jika masih melindungi atau menghalang-halangi maka Prabowo dapat terancam obstruction of justice atau mendapat julukan Presiden Omdo atau Presiden Omde. Cuma omong doang dan omong gede. Jokowi dan keluarga termasuk Gibran layak untuk diadili.
Dugaan korupsi bersanksi 20 tahun bahkan mati, sementara politik dinasti 12 tahun bui, artinya secara hukum Jokowi sudah dapat ditangkap dan ditahan. Belum lagi dugaan kriminal lain yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan. Rakyat sudah menginventarisasi, penyidik tinggal membuat narasi dan menghimpun bukti.
Prabowo harus lepaskan Jokowi dan keluarga untuk proses hukum. Jokowi, Iriana, Gibran dan Anwar Usman sudah diadukan ke Bareskrim Mabes Polri sementara Gibran dan Kaesang berkas ada di KPK. Bukankah tidak ada yang kebal hukum, Pak?
Simbol kekesalan rakyat atas kesewenang-wenangan Raja Jawa Mulyono adalah “tali gantung”. Artinya hukum maksimal. Betapa dahsyat daya rusak dan daya rampok Jokowi atas negara. Luar biasa, hanya dalam 10 tahun saja.
Tangkap, adili dan gantung Jokowi. Meski dikawal oleh delapan jet tempur, tetap kejar Jokowi. Tidak seorang pun kebal hukum! []
M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 25 Oktober 2024